medcom.id, Mumbai: Hujan muson terus menyebabkan malapetaka di Asia selatan. Tim penyelamat di Mumbai dengan putus asa mencari lebih dari 40 orang yang dikhawatirkan terjebak dalam sebuah bangunan yang runtuh setelah berhari-hari hujan deras.
Gedung perkantoran bertingkat empat baru dibuka, pada Kamis pagi 31 Agustus, di daerah padat penduduk Bhendi Bazaar, setelah hujan deras mengubah jalan jadi sungai.
Seorang pejabat di ruang kontrol pasukan penanggulangan bencana nasional India mengatakan sesosok mayat ditarik dari puing-puing. Empat orang sudah diselamatkan, namun puluhan lainnya diduga masih terjebak, tambahnya.
Sementara lebih dari 1.200 orang dikhawatirkan telah meninggal di India, Nepal, dan Bangladesh dalam banjir terburuk selama bertahun-tahun. Empat puluh juta orang diperkirakan terdampak di wilayah ini.
Badai menerpa Pakistan, pada Kamis, melanda kota pelabuhan Karachi. Rekaman TV lokal menunjukkan jalan-jalan sudah terendam saat departemen meteorologi negara tersebut memperkirakan bahwa hujan akan berlanjut selama tiga hari di berbagai wilayah di Provinsi Sindh. Di sana, pihak berwenang menutup sekolah sebagai tindakan pencegahan.
Angin topan dan hujan juga diperkirakan terjadi di Baluchistan barat daya dan provinsi Punjab bagian timur. Departemen meteorologi mengatakan bahwa hujan pun diperkirakan terjadi di ibu kota, Islamabad, dan di Kashmir bagian Pakistan.
Sepertiga kawasan Bangladesh diyakini berada di bawah air dan di Nepal, di mana 150 orang sudah tewas, PBB menyebutnya sebagai banjir terburuk dalam satu dekade.
Banjir menghancurkan pula dan merusak 18.000 sekolah di wilayah Asia Timur, yang berarti sekitar 1,8 juta anak tidak dapat masuk kelas, Save the Children memperingatkan, pada Kamis.
Badan amal tersebut mengatakan bahwa ratusan ribu anak dapat secara permanen putus sekolah jika pendidikan tidak diprioritaskan dalam upaya bantuan.
"Kami belum melihat banjir dalam skala ini selama bertahun-tahun dan ini menempatkan pendidikan jangka panjang dari sejumlah besar anak-anak berisiko tinggi. Dari pengalaman kami, pentingnya pendidikan sering kali kurang dihargai dalam krisis kemanusiaan dan kami tidak dapat membiarkan ini terjadi lagi. Kami tidak bisa mundur," kata Rafay Hussain, manajer umum Save the Children di negara bagian Bihar, India timur.
"Kami tahu bahwa semakin lama anak-anak tidak sekolah setelah bencana seperti ini, semakin kecil kemungkinan mereka akan kembali. Itulah mengapa sangat penting pendidikan didanai dengan benar dalam tanggap bencana, agar anak-anak kembali ke kelas segera setelah mereka aman melakukannya dan demi melindungi masa depan mereka," tuturnya, seperti dilansir Guardian, Kamis 31 Agustus 2017.
Banjir sudah menyebabkan kehancuran di banyak bagian India. Belum pernah terjadi sebelumnya curah hujan di Assam di timur laut menewaskan lebih dari 150 orang. Sekitar 600 desa masih digenangi air, kendati hujan deras dimulai sejak awal bulan ini.
Badak di cagar alam Kaziranga Assam harus melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi. "Kami mengalami banjir setiap tahun, tapi saya belum pernah melihat hal seperti ini dalam hidup saya," Ashok Baruah, seorang petani, kepada wartawan.
Di Bihar, jumlah korban tewas mencapai 514 orang yang tinggal di gubuk sementara beberapa hari sesudah banjir menyerang. Di sepanjang Uttar Pradesh, lebih dari 100 orang meninggal dunia.
Di Mumbai, hujan memaksa perawat dan dokter di rumah sakit tersibuk di kota itu untuk menyusuri bangsal setinggi lutut penuh air kotor demi memindahkan pasien ke lantai satu.
Di luar Rumah Sakit Raja Edward Memorial, seorang pria hendak mengunjungi istrinya yang harus menjalani operasi caesar. Dia harus menyeberang melalui jalan-jalan banjir demi mencapai lokasi. Anak-anak berenang atau mendayung menyusuri jalanan sambil berbaring di atas papan kayu.
Korban di kota itu, termasuk seorang dokter yang jatuh dari lubang got dan yang lainnya tewas setelah terjebak di dalam mobilnya saat menunggu air bah surut. Orang lain yang tinggal di daerah dataran rendah yang paling terkena dampak banjir lenyap hanyut ke laut atau meninggal saat tembok roboh.
Ketika layanan kereta terhenti, ratusan ribu penumpang terlantar, tidak bisa pulang ke rumah.
Komentator TV menyuarakan kemarahan orang-orang yang terjebak dalam kekacauan. Tokoh TV terkenal, Suhel Seth mengecam "bajingan, penyamun, penjahat, orang yang tidak kompeten dan manusia dungu yang tidak berguna" di pemerintah kota. Lantaran tidak menyiagakan diri dengan lebih baik untuk banjir monsun tahunan. Pada Selasa, kota itu diguyur curah hujan setara hampir sebulan.
Banjir membawa kembali memori akan air bah pada 2005 yang menewaskan lebih dari 500 orang di kota tersebut.
"Mengapa tidak ada yang berubah? Mengapa kita harus berjuang sendiri saat ramalan cuaca memperingatkan hujan deras?" tanya penulis dan kolumnis, Shobhaa De.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News