"Dengan total pendapatan domestik bruto sekitar USD6,5 triliun pada 2016, OKI menjadi sangat potensial bagi diplomasi ekonomi bidang kesehatan," tegas Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Febrian Ruddyard, Kamis 1 Maret 2018.
Dalam diskusi 'Optimalisasi OKI untuk Peningkatan Ekonomi bidang Kesehatan', Febrian mendorong pelaku usaha dan seluruh unsur pemerintah untuk bekerja bersama mencari strategi yang tepat dalam merealisasikannya. Terlebih untuk memanfaatkan potensi ekonomi negara anggota OKI.
Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah dan OKI menerima dorongan tersebut dengan positif.
"Industri kesehatan yang baik akan menghasilkan kualitas generasi yang lebih baik. Dengan demikian, industri kesehatan harus didukung seluruh pihak terkait, agar Indonesia menjadi influential player baik di dalam maupun di luar negeri," kata utusan khusus dalam pernyataan tertulisnya.
Dalam diskusi tersebut, dibahas tiga tema utama, yaitu pemasaran vaksin, obat dan alat kesehatan, penempatan tenaga kerja Indonesia kesehatan dan kerja sama selatan-selatan bidang kesehatan.
Para peserta diskusi sepakat bersama-sama memperjuangkan kepentingan ekonomi nasional di forum OKI. Diskusi juga mencatat bahwa tantangan pengembangan industri kesehatan tetap ada, misalnya pasar alat kesehatan nasional yang masih didominasi produk impor.
Namun, peluang pasar di luar negeri tetap perlu dipertimbangkan, terutama di negara dan kawasan di mana Indonesia memiliki citra baik.
"Namun demikian, citra politik yang baik itu harus dapat ditransformasikan ke dalam aspek yang lebih luas, bidang ekonomi misalnya. Dunia usaha nasional perlu menjadikan citra positif Indonesia sebagai modal dalam pemasaran mereka," imbuh Febrian.
Sejumlah narasumber menyampaikan pandangan yaitu Dirut PT. Bio Farma, Rahman Roestan; Sekjen Asosiasi Produsen Alat Kesehatan, Ardia Karnugroho, Ketua bidang Industri GP Farmasi, Roy Lembong, Direktur Kerja Sama Luar Negeri BNP2TKI, Freddy Panggabean, Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri Kemenkes, Acep Somantri, dan Kepala Biro Kerja Sama BPOM, Diana Soetikno.
Selain narasumber tersebut, diskusi juga menghadirkan tiga orang penanggap, yaitu Aditya Perdana, Asisten Utusan Khusus Presiden RI, Sunarko, Direktur Timur Tengah Kemlu, Firdaus Dahlan dari Direktorat Afrika dan Etty Wulandari dari Kerja Sama Teknik Kemlu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News