Ia berpendapat bahwa pengiriman surat itu mengindikasikan sanksi internasional sedang berjalan.
"Saya pikir ini menunjukkan bahwa Korut sedang putus asa, merasa terisolasi, dan mencoba mengutuk Amerika Serikat. Mereka mencoba untuk membaginya dengan masyarakat internasional," ucap Bishop, dikutip dari Telegraph, Jumat 20 Oktober 2017.
Surat yang tertanggal 28 September 2017 itu menyebut Presiden AS Donald Trump mengancam akan benar-benar menghancurkan Korut. Dokumen itu dikirim melalui Kedutaan Besar Korut di Indonesia ke Australia.
Korut juga mengeluh soal sikap Trump yang dianggap mereka sangat kejam dan ceroboh.
"Saya membaca surat itu. Strategi kolektif sekutu dan mitra untuk memberlakukan tekanan maksimal dan sanksi diplomatik juga ekonomi terhadap Korut berjalan baik," lanjut dia.
Menurut Bishop, langkah Pyongyang mengirim surat ke Canberra ini adalah langkah yang tidak biasa bagi rezim Kim Jong-un.
Akhir pekan lalu, Korut sempat mengancam Australia di mana Australia mengizinkan Marinir AS untuk ada di Northern Terrritory.
Ancaman itu menyusul kunjungan Menteri Australia untuk urusan luar negeri dan pertahanan ke Korea Selatan. Selama ini, Canberra belum memiliki kedutaan besar di Pyongyang. Sementara, Kedubes Korut di Canberra sudah ditutup pada 2008 karena memakan banyak biaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News