“Yang jadi persoalan bukan respons kita sudah cukup atau belum, tapi bagaimana bisa mencegah berulang kembali krisis ini,” kata dia di Jakarta, Kamis 9 Januari 2020.
Menurut Evan, pemerintah kurang mempertimbangkan opsi-opsi diplomatik. "Kalau (kapal) Coast Guard Tiongkok tidak keluar (dari Natuna), mungkin ada saatnya kita recall dubes kita di Beijing. Kalau tidak ada jaminan, bisa tingkatkan lagi apakah kita perlu review existing cooperation kita dengan Tiongkok,” ujar dia.
Evan menuturkan penyelesaian lewat ASEAN terlalu bertele-tele. Pasalnya, ada negara-negara yanh memiliki hubungan kuat dengan Tiongkok, seperti Kamboja. "Kita tidak bisa mengandalkan ASEAN," imbuhnya.
Dia menambahkan, opsi yang disarankannya tak luput dari risiko. Namun, dia menjamin jika tetap mengulangi step yang sama dengan langkah sebelumnya, maka tidak menyebabkan 'jera' untuk Beijing.
"Opsi-opsi ini memang kita belum pertimbangkan karena realitasnya kita kurang paham seberapa jauh tingkat kerapuhan kita dengan Tiongkok. Kita hanya bisa bicara secara makro bahwa kita ada kepentingan dagang dan investasi, dan sebagainya, tapi titik persis dmn kita tergantung sama mereka," seru Evan.
Evan menegaskan Tiongkok juga membutuhkan kita dalam kerja sama ekonomi. Menurutnya Indonesia merupakan pasar besar bagi Beijing.
Indonesia memberikan nota protes kepada Tiongkok karena kapal penjaga pantai mereka mengawal kapal nelayan yang mencuri ikan di ZEE Indonesia di perairan Natuna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News