Mahathir Mohamad menjelaskan pentingnya kebebasan yang dibatasi (Foto: Fajar Nugraha/Metrotvnews.com).
Mahathir Mohamad menjelaskan pentingnya kebebasan yang dibatasi (Foto: Fajar Nugraha/Metrotvnews.com).

Mahathir Mohamad: Kebebasan yang Dibatasi Mampu Jaga Stabilitas Negara

Fajar Nugraha • 04 Mei 2017 16:58
medcom.id, Jakarta: Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menjelaskan pentingnya kebebasan yang dibatasi demi menjaga perdamaian di negaranya.
 
Mahathir menyebutkan ada beberapa alasan mengenai pembatasan ini. Salah satunya adalah populasi Malaysia yang beragam. 60 persen dari penduduk Malaysia adalah Muslim dan sisanya merupakan etnis Tiongkok dan Hindi.
 
"Ini bukan bentuk percampuran yang sehat. Jika tidak hati-hati maka bukan tidak mungkin akan terjadi kekerasan. Kami tidak memiliki pers yang liberal seperti di negara barat," ujar Mahathir saat memberikan pidato dalam simposium berjudul 'Peace Journalism and Conflict Resolution in Media', yang diadakan di Jakarta, Kamis 4 Mei 2017.
 
"Kami harus menilai kebebasan di lingkungan yang tidak stabil, dengan masyarkat yang terdiri dari berbagai ras, bahasa, budaya hidup bersama jadi kebebasan pers di Malaysia sedikit ketat," jelasnya.
 
Bagi Mahathir, setiap pihak tidak diizinkan untuk memicu permusuhan antar etnis di Malaysia. Jika hal itu dilakukan maka negara akan tidak stabil. Di mata Perdana Menteri Malaysia ke-4 itu, negara yang tidak stabil tidak akan bisa berkembang.
 
"Jadi kami punya pilihan, memiliki kebebasan pers yang absolut atau kebebasan pers terbatas demi meraih kestabilan. Kami harus menerima fakta, meski kita bebas, kita harus mengerti batas dari kebebasan itu," tegasnya. 
 
Mahathir menambahkan, Malaysia mampu berkembang sedikit lebih cepat usai merdeka dari penjajahan, dengan menerapkan sistem seperti ini.
 
Pemicu pembatasan kebebasan pers di Malaysia salah satunya ada kerusuhan antar etnis di Malaysia pada 1969. Kerusuhan yang menewaskan lebih dari 100 orang itu dianggap menjadi bukti ketidakstabilan negara.
 
"Jika anda ingin mendapatkan kedamaian, pers harus sedikit membatasi dirinya sendiri. Jika tidak, masyarakat akan saling membenci satu sama lain dan tidak akan ada kedamaian," tutur tokoh berusia 92 tahun itu.
 
Fokus kepada ekonomi warga Melayu di Malaysia dibandingkan etnis-etnis lain, turut berkontribusi dalam kestabilan di Negeri Jiran. Setidaknya hal itu menjadi pendapat dari Mahathir. Namun pemerintah bukannya meninggalkan etnis lainnya.
 
Usai kerusuhan 1969, partai besar di Malaysia memperluas keanggotaan mereka. Selain itu pemerintah juga mengundang partai oposisi untuk membentuk pemerintah bersama. Hal ini dilakukan dan banyak partai oposisi termasuk di penang,-termasuk partai dipenuhi etnis tiongkok- diundang membentuk koalisi baru yang disebut Barisan Nasional. Partai lain yang ikut koalisi adalah partai Islam. 
 
"Karena semua pihak berada di dalam pemerintah, ada kestabilan terbentuk dan parlemen kembali aktif. Mereka memutuskan beberapa kebijakan yang ditujukkan untuk mencegah terjadinya kerusuhan," imbuh Mahathir.
 
Terbentuknya pemerintah itu menjadi cikal bakal mencari akar permasalahan dari kerusuhan. Ternyata diketahui masalah yang ditimbulkan berasal dari disparitas ekonomi. Pemerintah pun membuat kebijakan ekonomi baru yang ditujukkan untuk mengutamakan warga etnis melayu dalam berkutat dalam kegiatan ekonomi.
 
"Untuk melakukan ini tentunya kami harus terpaksa melakukan diskriminasi agar etnis melayu bisa lebih maju. Ini merupakan bentuk tindakan bantuan, agar etnis melayu bisa lebih maju dan berkembangan dari sisi ekonomi serta mengejar cepat dari etnis Tiongkok," tuturnya.
 
"Tetapi hal ini tentunya tidak bisa berlangsung mudah. Etnis melayu tidak memiliki pengetahuan usaha, jadi ketika kami mengutamakan etnis melayu ntuk melakukan usaha, kami menemukan bahwa mereka menjual hak-hak usahanya kembali kepada etnis Tiongkok," papar Mahathir.
 
Namun pada akhirnya etnis Melayu bisa belajar usaha dan berkembang dalam bidang industri serta sebagian dari mereka bisa sangat sukses. "Anda lihat di Kuala Lumpur etnis Melayu bisa memiliki rumah, berbagai macam usaha dan memiliki gedung," ujarnya. 
 
Perkembangan pendidikan
 
Salah satu pemicu kemajuan Malaysia menurut Mahathir adalah bidang pendidikan. Malaysia banyak mengirim mahasiswanya ke luar negeri dan kemudian mahasiswa itu kembali ke Malaysia untuk membangun negaranya.
 
"Mahasiswa-mahasiswa ini menyadari satu hal kerusuhan tidak akan bisa meraih penghasilan," sebut pria yang berkuasa di Malaysia pada 1981 hingga 2003 itu.
 
Tetapi Mahathir mengaku bahwa banyak etnis Melayu yang tidak mengambil kesempatan kebijakan ekonomi baru pemerintah. Pada akhirnya mereka tidak mengembangkan diri.
 
ini karena banyak melayu yang tidak mengambil kesempatan dan mengembarkan diri.
 
"Kami percaya bahwa kesuksesan dan kegagalan dari seseorang, masyarakat ataupun negara bergantung dengan nilai yang mereka percaya dan lakukan. Jika nilai-nilai yang mereka percayai sejalan dengan perkembangan maka masyarakat itu akan tetap kuat," tegas Mahathir. 
 
Terlepas dari kondisi yang ada suami dari Siti Hasmah Mohamad Ali itu mengatakan bahwa Pemerintah Malaysia masih terus berupaya mengatasi kekurangan. Tetapi sejak merdeka hingga saat ini, Malaysia tetap stabil dan damai, bahkan juga dalam bidang ekonomi.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan