Dalam sebuah pernyataan, Kantor Kepresidenan Burma mengatakan langkah itu bertujuan untuk "membawa kedamaian dan kesenangan hati rakyat dan demi dukungan kemanusiaan.
Perwakilan Burma untuk Assistance Association for Political Prisoners mengatakan organisasi itu mengajukan petisi supaya membebaskan 44 tahanan politik dan 36 orang telah dibebaskan.
"Amnesti ini adalah kabar yang sangat baik dan kami menyambut dan mendukungnya, sebab tidak boleh ada satupun tahanan politik di negara demokratis," kata perwakilan itu, menurut Asian Correspondent, seperti disitir UPI, Rabu 18 April 2018.
Selain tahanan politik, dua pendeta Kristen - Dumdaw Nawng Lat, 65, Langjaw Gam Seng, 35 - juga dibebaskan sebagai bagian amnesti. Keduanya dihukum karena menyalahkan militer setelah mereka juga membantu wartawan melaporkan penghancuran gereja oleh serangan udara militer.
"Sekarang kami bebas dan kami merasa bahagia. Saya berharap negeri kami akan damai di masa depan, sehingga hal semacam ini tidak akan terjadi lagi," kata Langjaw Gam Seng, menurut Telegraph.
Meskipun ada amnesti, dua wartawan Reuters yang membantu memaparkan lokasi kuburan massal di mana mayat orang-orang Rohingya dibunuh oleh militer Burma, tetap di penjara.
Wa Lone dan Kyaw Soe Oo terancam 14 tahun penjara, namun persidangan mereka tertunda dan mereka belum divonis bersalah. Amnesti, Selasa, hanya tersedia bagi tahanan yang telah divonis bersalah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News