"Indonesia memiliki banyak pengalaman dengan bencana. Salah satu hal di mana Indonesia memiliki kemampuan adalah menyelidiki kecelakaan," ujar Managing Editor Asia, FlightGlobal Greg Waldron, dalam wawancara dengan The Wall Street Journal, Senin (29/12/2014).
Wawancara tersebut dilakukan oleh The Wall Street Journal dengan Waldron ketika pesawat AirAsia QZ8501 ditemukan. Saat itu, Waldron menyarankan agar Indonesia mencari pesawat Airbus A320 di wilayah pesawat terakhir dilaporkan.
"Namun, pencarian melalui udara juga harus memperhatikan cuaca buruk. Hal itu bisa mengurangi jarak pandang dan memperlambat operasi," jelasnya.
"Penyelidik Indonesia memiliki jaringan mendalam dengan pihak-pihak yang menyelidiki kecelakaan di seluruh dunia. Ini termasuk National Transportation Safety Board (NTSB) AS. Setiap penyelidikan dari kecelakaan ini akan diperiksa secara menyeluruh," tutur Waldron.
Waldron mengingat kembali penyelidikan terhadap kecelakaan pesawat Lion Air di Bali pada 13 April 2013. Menurutnya, pihak penyelidik Indonesia mampu mengungkapkan hasil penyelidikan awal pada Mei di tahun yang sama.
Selain itu, kecelakaan terhadap pesawat Sukhoi Superjet 100 juga menjadi contoh dari kemampuan penyelidikan Indonesia. Kecelakaan yang menewaskan 45 orang itu terjadi pada Mei 2012 dan hasil penyelidikan awal dikeluarkan pada Agustus 2012.
Sementara Mark Martin dari Martin Consulting yang bergerak di bidang penasih penerbangan, menilai seharusnya mengerahkan drone atau kapal tanpa awak untuk melakukan pencarian.
"Indonesia memiliki tanpa awak yang bisa melakukan navigasi menyeluruh di laut dalam. Jika pesawat itu berada di bawah laut, saya yakin akan terlacak dengan cepat," jelasnya.
Pesawat AirAsia Qz8501 hilang pada Minggu (28/12/2014). Ketika hilang pesawat membawa 162 orang, termasuk di antaranya 155 penumpag dan tujuh awak kabin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News