Selama persidangan, Eriwana menceritakan bagaimana dirinya sering dipukuli, dikurung, serta diancam. Tak sampai di situ, Erwina mengaku paspornya disita oleh Wan-tung dan upahnya tidak dibayar serta tidak memberikan libur.
Peneliti Amnesty International Norma Kang Muico berpendapat, "Putusan bersalah adalah dakwaan yang berat. Ini bukti kegagalan pemerintah Hong Kong, dalam mereformasi sistem dalam memerangi kekerasan dan eksploitasi terhadap wanita," ucapnya dalam siaran pers yang diterima Metrotvnews.com, Selasa (10/2/2015).
"Pihak berwenang Hong Kong tidak bisa lagi menguburkan kepala mereka di pasir dan segera memberhentikan pelanggaran mengerikan seperti insiden ini terisolasi. Harus ada tindakan nyata untuk mengakhiri penganiayaan mengerikan yang sudah berlangsung lama ini," sambung dia.
Diketahui Wang-tung dijadwalkan akan menjalankan sidang vonis pada 27 Februari, dengan tuntutan kurungan penjara yang cukup panjang. Meskipun dinyatakan bersalah karena pelecehan dua pekerja rumah tangga asal Indonesia. Namun PN Singapura, menyatakan Wang-tung tidak terbukti melakukan pelecehan dan ancaman terhada pekerja rumah tangga asal Indonesia lainnya, yakni Nurhasanah.
Menurut dia, para pekerja migran ini terpikat lantaran diiming-imingi upah layak. Namun, kenyataan yang didapat adalah bekerja tanpa upah, eksploitatif jam kerja tanpa libur, pembatasan kebebasan bergerak, penyitaan dokumen, kekerasan seksual dan fisik serta pemberian makanan yang tidak mencukupi.
Padahal, pada November 2013, Amnesty International melaporkan adanya pelecehan terhadap pekerja migran di Hong Kong. Setelah adanya puluhan ribu perempuan Indonesia yang dieksploitasi untuk diperdagangkan dan kerja paksa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News