medcom.id, Mindanao: Sekelompok anggota Abu Sayyaf di Filipina menyerah kepada Pemerintah Filipina. Alasan menyerah sederhana, mereka sudah lelah bertempur.
Mereka yang menyerah termasuk pimpinan wilayah kecil dengan 10 anak buahnya. Salah satu anggota menyerah terdapat bocah remaja berusia 12 tahun.
Pimpinan wilayah itu diketahui bernama Moto Indama, seorang pria berusia 26 tahun yang memiliki hubungan dengan tokoh Abu Sayyaf Furuji Indama. Bersama pasukannya, Moto menyerahkan senjatanya kepada Komando Militer Barat Mindano Letnan Jenderal Mayoralgo del Cruz dan Gubernur Basilan Jim Hataman-Saliman.
Menurut The Philippine Star kelompok kecil ini menyerahkan senjata otomatis jenis Minimi dan senapan serbu M653, senapan M16 dan peluncur granat M203 serta senapan Garand M1, tiga pistol kalibar 45 dan sebuah pistol kaliber 38 lengkap dengan amuninisnya.
Selain kelompok Moto Indama, sekitar 21 mantan anggota Abu Sayyaf yang juga menyerah dua minggu lalu juga dihadirkan dalam penyerahan diri ini. Wali Kota Gulam Boy Hataman memuji keputusan mereka yang memutuskan untuk menyerahkan diri.
"Kita menyaksikan keberanian dari saudara-saudara kami yang memutuskan untuk menyerah. Mereka memutuskan mengikuti jalan damai," tutur Wali Kota Hataman, kepada The Philippine Star, seperti dikutip Asian Correspondent, Selasa (25/10/2016).
Hataman menjelaskan, sebelum kelompok Indama memutuskan menyerah, mereka menunjukkan indikasi untuk hal itu. Kemudian kelompok ini melakukan koordinasi dengan polisi dan pihak militer setempat untuk menyerahkan senjata dan mengajukan gencatan senjata.
Indama mengaku kalau dirinya dan anak buahnya sudah terlalu lelah menghadapi pertempuran setiap harinya. Khususnya pertempuran di hutan selatan Filipina yang medannya sangat berat, dan selama ini menjadai tempat persembunyian mereka.
"Kami benar-benar ingin kembali ke kehidupan normal dan damai, tetapi kami selalu merasa takut," tutur Indama.
Kelompok militan Abu Sayyaf beroperasi di wilayah selatan Filipina. Mereka bertanggungjawab atas insiden kejahatan di perbatasan, termasuk penculikan dengan maksud meminta tebusan dan juga pemenggalan.
Namun dengan menyerahkan kelompok Indama, kekuatan Abu Sayyaf dan pengaruhnya diperkirakan melemah.
Presiden Rodrigo Duterte sejak dua bulan lalu memerintahkan militer Filipina untuk meluncurkan serangan bersenjata terhadap Abu Sayyaf. Perintah dikeluarkan setelah seorang warga Filipina dipenggal pada Agustus lalu, padahal keluarganya sangat miskin dan tidak bisa membayar tebusan yang diminta Abu Sayyaf.
WNI jadi incaran penculikan Abu Sayyaf
Warga negara Indonesia (WNI) yang berprofesi sebagai anak buah kapal menjadi incaran penculikan oleh kelompok Abu Sayyaf. Dalam beberapa kesempatan WNI menjadi korban penculikan, hingga sempat 10 orang ditahan oleh kelompok militan itu.
Kini, tersisa dua WNI yang masih ditahan oleh kelompok bersenjata di Filipina. Terakhir, tiga WNI berhasil dibebaskan dari penyanderaannya usai diculik 20 Juni 2016 lalu.
Ketiga WNI tersebut adalah Ferry Arifin asal Samarinda serta Edi Suryono dan Muhammad Mahbrur Dahri asal Sulawesi Selatan. Kini ketiganya sudah diserahkan kepada keluarga pada 7 Oktober lalu.
Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, bebasnya tiga WNI itu adalah hasil kerja bersama dari seluruh elemen Pemerintah. Menlu Retno menyebutkan, Mmeskipun diam, tapi Pemerintah terus mengerahkan kemampuan dan upaya untuk melakukan pembebasan.
Terkait dua WNI yang masih di tangan sandera, Menlu Retno menyampaikan bahwa upaya terus dilakukan di bawah koordinasi Menko Polhukam. Proses yang dilakukan Pemerintah selalu mengedepankan keselamatan sandera.
Menlu Retno juga mengingatkan agar semua perusahaan pengangkutan batu bara mematuhi koridor pelayaran yang sudah disepakati dalam Kesepakatan Trilateral Indonesia-Malaysia-Filipina. Koridor tersebut ditetapkan untuk memudahkan pengawasan perjalanan kapal oleh aparat ketiga negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News