Perdana Menteri veteran Hun Sen menuding dia melakukan pengkhianatan dengan didukung Amerika Serikat (AS).
Penangkapan menandai gencarnya kampanye melawan para pembangkang, media independen, dan setiap ancaman potensial terhadap kekuasaan Hun Sen. Apalagi menjelang pemilu tahun depan, di mana Kem Sokha diperkirakan menjadi penantang utamanya.
"Inilah tindakan pengkhianatan melalui persekongkolan dengan negara asing, mengkhianati bangsa sendiri. Jadi penangkapan perlu dilakukan," ujar Hun Sen kepada sekelompok pekerja garmen, seperti dilaporkan situs pro pemerintah, Fresh News.
Hun Sen, 65, memimpin Kamboja selama lebih dari tiga dekade. Mantan kader Khmer Merah yang menjadi salah satu sekutu regional terdekat Tiongkok itu dikenal sering mengkritik tajam AS.
Kem Sokha, 64, memimpin oposisi utama Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP), sejak pendahulunya mengundurkan diri pada Februari. Ia mengaku khawatir atas rencana pemerintah dalam membungkam dirinya.
Foto-foto di media Kamboja menunjukkan Sokha dibawa pergi dengan kedua tangan terlipat di belakang punggungnya.
Pemerintah mengklaim memiliki beberapa bukti pengkhianatan Sokha, meski detailnya belum diungkapkan.
Partai oposisi mengatakan, penangkapan Sokha bermotif politik dan melanggar hukum, karena posisi dirinya adalah anggota parlemen terpilih sehingga memiliki hak kekebalan dari tuntutan.
Oposisi menyerukan agar Sokha segera dibebaskan dan mendesak masyarakat internasional "melakukan intervensi" untuk membebaskannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News