Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, sikap waspada ini amat diperlukan. Kewaspadaan harus ditegakan dari segi keamanan maupun perekonomian.
"Keamanan penting karena aparat imigrasi yang melakukan pengawasan jumlahnya masih minim. Belum lagi dari sisi keamanan akan mudah mendapatkan KTP di Indonesia karena unsur korupsi," ujar Hikmahantor, dalam keterangan tertulis yang diterima Metrotvnews.com, Selasa (22/12/2015).
"KTP ini yang akan dijadikan dasar untuk membuat paspor Indonesia dan dengan paspor tersebut melakukan tindak kriminal di berbagai negara. Nama Indonesia pun akan tercemar," lanjutnya.
Sementara dari segi ekonomi harus diwaspadai karena jangan sampai ada warga asing yang mengaku wisatawan akhirnya menyimpang dari tujuan awal karena akan bermukim dan mencari pekerjaan di Indonesia. Meski statistik wisatawan meningkat, namun jumlah pekerja kasar dari luar negeri akan meningkat.
"Lapangan pekerjaan bagi warga Indonesiapun akan terambil. Terlebih lagi sekarang tidak ada keharusan pekerja kasar dari luar negeri untuk berbahasa Indonesia," imbuh Hikmahanto.
Hikmahanto menekankan bahwa negara-negara yang diberi bebas visa harus memenuhi sejumlah kriteria, antara lain:
1. Didasarkan pada asas resiprositas atau timbal balik dengan negara yang diberi bebas visa.
2. Negara yang diberi bebas visa warganya memiliki daya beli yang kuat sehingga mampu berwisata ke Indonesia.
3. Negara yang diberi bebas visa bukan dari negara yang warga negaranya di masa lalu kerap terlibat dalam kejahatan-kejahatan transnasional. Salah satunya prostitusi.
4. Negara yang diberi bebas bisa warga negaranya tidak memanfaatkan Indonesia sebagai negara transit untuk masuk secara ilegal ke Australia. Ini akan merepotkan Australia dan Indonesia, karena akan muncul perkampungan orang asing. Indonesia dan Australiapun akan berselisih paham dalam penanganan orang-orang seperti ini yang akan memperburuk hubungan kedua negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News