Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam Nguyen Phu Trong  di CSIS (Foto: Fajar Nugraha/Metrotvnews.com).
Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam Nguyen Phu Trong di CSIS (Foto: Fajar Nugraha/Metrotvnews.com).

Arti Musyawarah Mufakat ASEAN Bagi Sekjen Partai Komunis Vietnam

Fajar Nugraha • 23 Agustus 2017 20:38
medcom.id, Jakarta: Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam Nguyen Phu Trong memaparkan pandangannya mengenai Asosiasi Negara Asia Tenggara atau ASEAN.
 
Di usia ke-50 tahun, ASEAN menurut sosok pemegang kekuasaan tertinggi di Vietnam itu harus tetap mengutamkan konsultasi untuk meraih konsensus. Hal ini menurutnya sama dengan prinsip musyawarah untuk mufakat yang sudah lama mengakar di Indonesia.
 
"Kita sudah memiliki ASEAN way (untuk menyelesaikan permasalahan) dan itu semua adalah prinsip konsultasi dan konsensus untuk mencapai solidaritas dan persatuan. Itu adalah bentuk karakteristik dari ASEAN dalam menyelesaikan masalah," ujar Sekjen Nguyen, saat memberikan pidato berjudul 'ASEAN in the Next 50 Years: For Our Brighter Future'. 
 
"Konsensus sudah disebutkan dalam piagam ASEAN. Bahkan, banyak masalah sudah diatasi melalui konsultasi dan konsensus," tuturnya dalam pidato yang dipaparakan di Centre for Strategic and International Studies, Jakarta, Rabu 23 Agustus 2017.
 
Menurut Sekjen Nguyen konsultasi dan konsensus akan membantu ASEAN dalam mencapai solidaritas. Apabila hal tersebut dicapai, maka ASEAN akan mencapai konsensus dalam tingkat yang lebih tinggi.
 
"Jadi itu juga yang coba dicapai oleh ASEAN, bersatu dalam keberagaman. Kita perlu melanjutkan usaha demi mencapai prinsip tersebut," tegasnya.
 
Tetapi, masih ada masalah yang muncul di antara negara anggota ASEAN. Dalam beberapa isu tidak bisa tercapai konsensus di antara ASEAN.
 
Bagi Nguyen, hal ini terkait dengan rasa tidak percaya dari negara anggota dan kepentingan bersama dari komunitas ASEAN. Belum lagi adanya keterlibatan kepentingan dari ASEAN dengan kepentingan negara besar yang banyak menjadi mitra.
 
"Untuk itu kita perlu melanjutkan konsultasi demi mencapai konsensus, tanpa konsensus tidak mungkin mencapai solidaritas dan persatuan antar ASEAN," tegasnya.
 
Satu hal yang menjadi perhatian Nguyen adalah hubungan antar negara ASEAN harus tulus. Mekanisme menjadi kunci untuk meningkatkan konsensus tersebut. 
 
Tidak mungkin hal ini bisa tercapai dalam waktu semalam. Nguyen sadar hal ini harus dilakukan secara bertahap dan tulus. Dengan ketulusan dan keinginan melakukan harmonisasi dengan melibatkan semua pihak tentunya sangat bagus.
 
ASEAN pegang peranan
 
Sementara pakar ASEAN yang juga diplomat senior Indonesia, Hasjim Djalal sepakat dengan perkataan dari Sekjen Nguyen Phu Trong. Tetapi yang paling penting menurut Hasjim adalah bagaimana mewujudkan pemikiran tersebut.
 
Ada beberapa isu utama yang harus dihadapi oleh ASEAN saat ini. Utamanya adalah isu sengketa wilayah seperti Laut China Selatan, yang diklaim antara beberapa negara ASEAN dengan Tiongkok serta Taiwan.
 
"Indonesia harus mengutamakan ASEAN untuk memegang peranan pemain kunci di kawasan," ucap Hasjim saat ditemui di CSIS, di Jakarta.
 
Hal ini termasuk menjadi sentralitas di Asia Tenggara, mempromosikan pengertian, mempromosikan kerja sama antar anggota tetapi yang paling adalah mewujudkannya.
 
Arti Musyawarah Mufakat ASEAN Bagi Sekjen Partai Komunis Vietnam
Diplomat senior Indonesia Hasjim Djalal (kemeja putih) (Foto: Fajar Nugraha/Metrotvnews.com).
 
 
Isu dengan Indonesia
 
Antara Indonesia dan Vietnam sendiri ada beberapa isu yang menjadi perhatian. Seperti permasalahan batas wilayah dan batas wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) antar kedua negara.
 
Baik Indonesia dan Vietnam masih harus membicarakan penetapan batas wilayah ZEE ini. Hashim menceritakan ketika dirinya turut terlibat dalam perundingan batas wilayah ZEE dengan Vietnam pada 1977. Saat ini kedua pihak melakukan pembahasan atas dasar kerja sama Pertamina dengan perusahaan minyak negara Vietnam.
 
Apakah dibutuhkan solusi politik? Pertanyaan tersebut menurut diplomat yang pernah menjabat sebagai Dubes RI untuk Jerman ini, membahas masalah perbatasan tersebut merupakan sebuah solusi politik. 
 
Meskipun ada pembicaraan bahwa masalah ini akan rampung lama karena Indonesia adalah negara khatulistiwa dan Vietnam tidak. "Yang paling penting saat ini adalah, bagaimana kita bisa menentukan perbatasan itu," tegas Hasjim.
 
"Hal seperti ini sangat bersifat teoritis. Prinsip khatulistiwa Indonesia sudah terdaftar di PBB dan mereka (Vietnam) tidak ada keberatan mengenai hal tersebut," pungkas mantan Dubes RI untuk Kanada itu.
 
"Kita sudah merampungkan perbatasan di luat khatulistiwa bersama dengan Malaysia dan Vietnam terkait isu Laut China Selatan, dan kesepakatan itu sudah diratifikasi. Pertanyaannya saat ini adalah, bagaimana status bawah laut dan perairan di luar khatulistiwa. Menurut hukum di tempat itu ada Zona Ekonomi Ekslusif hingga 200 mil laut dari pantai terluar. Pertanyaannya bagaimana membaginya (dengan Vietnam)," jelasnya.
 
Diplomat yang juga dikenal sebagai ahli hukum laut itu menambahkan bahwa tidak tertutup kemungkinan adanya pengelolaan bersama di wilayah sengketa. Menurutnya di Laut China Selatan, seluruh pihak yang bertikai sudah membicarakannya selama 37 tahun terakhir, namun timbul pertanyaan wilayah mana yang akan bisa dikelola bersama?
 
"Pada akhirnya kita harus menyelesaikan masalah ini secara hukum. Kedua pihak terus membahasnya dan itu adalah hal yang baik," menurut mantan Dubes RI untuk PBB itu.
 
Bagi Indonesia, masih banyak batas wilayah yang harus dibahas. Diantaranya bersama dengan Malaysia, Australia, Vietnam dan Filipina serta beberapa negara lain. Jadi masih banyak batas wilayah yang secara hukum harus diselesaikan.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan