"Masalah Rohingya ini hanya Myanmar yang bisa menyelesaikan. Semua berpusat pada mereka. Dorongan dan tekanan dari dunia internasional mungkin bisa membuat mereka bergerak," kata Yuyun, ditemui di Jakarta, Senin 28 Oktober 2019.
Yuyun beranggapan masalah Rohingya memang sulit diselesaikan, terutama mengenai status kewarganegaraan mereka. Sejauh ini, menurut Yuyun, Myanmar cenderung menolak memberikan status kewarganegaraan kepada Rohingya karena menganggap mereka semua sebagai imigran ilegal asal Bangladesh.
"Myanmar tidak merasa bahwa persoalan ini penting untuk diselesaikan," tutur Yuyun, yang merasa masalah pengungsi Rohingya belum akan terselesaikan dalam waktu dekat.
Saat ini ada lebih dari satu juta pengungsi Rohingya yang hidup di sejumlah kamp di Bangadesh. Kondisi hidup mereka memprihatinkan, dengan banyak yang harus tinggal di bilik-bilik sempit tanpa ventilasi memadai.
"Parahnya, saya mendapat laporan bahwa ada yang tinggal di bilik kecil yang cukup untuk dia tidur seorang saja. Keadaan ini sangat memprihatinkan. Mereka kini hanya bisa menunggu bantuan dari internasional dan NGO," ungkapnya.
Penderitaan Rohingya diperparah kebijakan Pemerintah Myanmar yang mengontrol informasi di internet. Lewat kontrol ini, orang yang menggunakan mesin pencari akan kesulitan menemukan sesuatu terkait kata kunci ‘Rohingya.
Salah satu kekhawatiran terbesar Yuyun adalah Rohingya sudah tidak lagi diharapkan kehadirannya di Rakhine, Myanmar. Situasi di Rakhine saat ini sudah penuh dengan proyek investasi yang membuat Rohingya enggan untuk kembali tinggal di sana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News