medcom.id, Jakarta: Vietnam dianggap sebagai negara di Asia Tenggara yang berhasil dalam kerja sama Trans-Pacific Partnership (TPP). Indonesia menurut Vietnam bisa mendapatkan untung besar bila bergabung dengan TPP.
Mantan Deputi Negosiator Vietnam untuk TPP, Duta Besar Nguyen Nguyet Nga mendorong agar Indonesia bergabung dengan TPP. Dengan TPP menurutnya bisa makin memperluas pasar ekonomi bagi anggotanya.
"Indonesia sangat penting untuk masuk dalam TPP. Indonesia bisa mendapatkan keuntungan besar dengan bergabung dalam TPP," ujar Dubes Nga, dalam kuliah umum bertema 'Integrating the Market into the TPP: Lessons Learned from Vietnam,' di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (10/8/2016).
"Tergantung dengan kesiapan Anda, akan membantu dalam melakukan negosiasi dengan rekan (negara anggota TPP) lain. Ini memang sulit bagi kami selama negosiasi berjalan selama 3 hingga 5 negosiasi, dan dengan bantuan hingga puluhan anggota negosiator," imbuhnya.

Duta Besar Nguyen Nguyet Nga (Foto: Fajar Nugraha/MTVN)
Tetapi bagi Nga, ada beberapa tantangan bagi Vietnam sebelum meratifikasi TPP pada 2010. Upaya Vietnam saat menjalani TPP, sangatlah krusial.
Salah satu tantangan yang paling penting adalah masalah tenaga kerja. Vietnam juga harus melakukan reformasi domestik, kemudian restrukturisasi selain meningkatkan kemampuan rakyat agar mampu berkompetisi.
"Kekhawatiran atas dampak negatif, juga menjadi tantangan dalam domestik," sebut istri dari Menteri Luar Negeri Vietnam Pinh Binh Minh itu.
Penghapusan hampir 100 persen biaya tarif juga menjadi permasalahan yang dihadapi oleh Vietnam. Selain juga reformasi institusi hukum, yang berarti harus mengubah berbagai undang-undang demi dilakukan penyesuaian.
Pada akhirnya Dubes Nga menjelaskan selama tujuh tahun berjalan, Vietnam dan TPP bisa memberikan keuntungan. Ini termasuk dengan meluasnya akses pasar, serta transfer teknologi, bantuan teknis dan pembangunan kapasitas selain komitmen peralihan yang berlangsung antara lima hingga 15 tahun.
"Kami juga berhasil meningkatkan investasi asing hingga USD11,8 miliar pada 2015 dari angka USD2,6 miliar pada 2007. Sementara hasil ekspor pada 2007 yang mencapai USD48,6 miliar, meningkat hingga USD162,4 miliar pada 2015," imbuh Dubes Nga.
Dubes Nga menambahkan, yang paling terpenting adalah meningkatkan konsensus dan lebih aktif dalam melakukan usaha. Selain itu juga mendorong negosiasi perdagangan bebas dengan negara lain.
Mantan Deputi Negosiator Vietnam untuk TPP, Duta Besar Nguyen Nguyet Nga mendorong agar Indonesia bergabung dengan TPP. Dengan TPP menurutnya bisa makin memperluas pasar ekonomi bagi anggotanya.
"Indonesia sangat penting untuk masuk dalam TPP. Indonesia bisa mendapatkan keuntungan besar dengan bergabung dalam TPP," ujar Dubes Nga, dalam kuliah umum bertema 'Integrating the Market into the TPP: Lessons Learned from Vietnam,' di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (10/8/2016).
"Tergantung dengan kesiapan Anda, akan membantu dalam melakukan negosiasi dengan rekan (negara anggota TPP) lain. Ini memang sulit bagi kami selama negosiasi berjalan selama 3 hingga 5 negosiasi, dan dengan bantuan hingga puluhan anggota negosiator," imbuhnya.

Duta Besar Nguyen Nguyet Nga (Foto: Fajar Nugraha/MTVN)
Tetapi bagi Nga, ada beberapa tantangan bagi Vietnam sebelum meratifikasi TPP pada 2010. Upaya Vietnam saat menjalani TPP, sangatlah krusial.
Salah satu tantangan yang paling penting adalah masalah tenaga kerja. Vietnam juga harus melakukan reformasi domestik, kemudian restrukturisasi selain meningkatkan kemampuan rakyat agar mampu berkompetisi.
"Kekhawatiran atas dampak negatif, juga menjadi tantangan dalam domestik," sebut istri dari Menteri Luar Negeri Vietnam Pinh Binh Minh itu.
Penghapusan hampir 100 persen biaya tarif juga menjadi permasalahan yang dihadapi oleh Vietnam. Selain juga reformasi institusi hukum, yang berarti harus mengubah berbagai undang-undang demi dilakukan penyesuaian.
Pada akhirnya Dubes Nga menjelaskan selama tujuh tahun berjalan, Vietnam dan TPP bisa memberikan keuntungan. Ini termasuk dengan meluasnya akses pasar, serta transfer teknologi, bantuan teknis dan pembangunan kapasitas selain komitmen peralihan yang berlangsung antara lima hingga 15 tahun.
"Kami juga berhasil meningkatkan investasi asing hingga USD11,8 miliar pada 2015 dari angka USD2,6 miliar pada 2007. Sementara hasil ekspor pada 2007 yang mencapai USD48,6 miliar, meningkat hingga USD162,4 miliar pada 2015," imbuh Dubes Nga.
Dubes Nga menambahkan, yang paling terpenting adalah meningkatkan konsensus dan lebih aktif dalam melakukan usaha. Selain itu juga mendorong negosiasi perdagangan bebas dengan negara lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News