Komisi I menegaskan pemerintah terus berkoordinasi dengan pihak terkait dalam upaya pembebasan sejumlah ABK WNI yang masih disandera grup bersenjata di Filipina.
"Pada prinsipnya, kami juga mendiskusikan tentang pentingnya memulangkan korban dengan selamat. Hadirnya kami dari Komisi I untuk memastikan pemerintah tidak lalai dalam memperhatikan kondisi psikologis keluarga," kata Irine kepada para wartawan di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta Pusat, Senin (1/8/2016).
"Yang kita lakukan adalah memastikan alur komunikasi dan kerja sama yang dilakukan pemerintah, perusahaan dan keluarga berjalan dengan baik dan menjadi satu soliditas untuk meringankan korban di sana," lanjutnya.
Sementara, Charles yang juga anggota Komisi I DPR RI, berharap agar beberapa kasus penculikan dan penyanderaan terhadap ABK WNI tidak terulang di masa mendatang.
"Kami juga mendiskusikan juga apa yang harus dilakukan pemerintah agar hal serupa tak terjadi lagi, bagaimana merealisasikan kesepakatan antara tiga negara untuk lakukan patroli bersama di titik-titik rawan rompak dan bajak," ungkap Charles, merujul pada kerja sama Indonesia dengan Filipina dan Malaysia.
Sebagai wakil rakyat, kata dia, DPR melakukan pendampingan agar komunikasi bisa terjalin lebih intens, karena tentu keluarga ingin mengetahui perkembangan terbaru korban penyanderaan.
"Dan ini sudah cukup jelas bahwa kami sepakat untuk melakukan komunikasi lebih intens. Bagaimana caranya segala upaya untuk memulangkan para sandera WNI ke Tanah Air," imbuhnya lagi.
Sesuai dengan keinginan pihak keluarga dan difasilitasi DPR RI, lima anggota keluarga dari tujuh ABK WNI yang disandera Abu Sayyaf bertemu dengan pihak PWNI Kemenlu.
Tujuh ABK WNI dari 13 ABK diculik oleh kelompok Abu Sayyaf pada 22 Juni lalu dari TB Charles 001 di perairan Sulu, Filipina Selatan. Hingga kini, mereka masih berada di tangan penyandera.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News