Namun, menurut data Transparansi Kemaritiman Asia Pusat Strategi dan Studi Internasional (CSIS), total stok ikan di Laut China Selatan telah habis di kisaran 70 hingga 95 persen.
Hal ini disebabkan berbagai faktor, salah satunya penangkapan ikan ilegal. Subsidi pemerintah dalam penangkapan ikan, praktik ilegal dan pengerukan untuk konstruksi pulau juga menjadi faktor tidak berimbangnya ekosistem laut di perairan tersebut.
"Selama 20 tahun terakhir, tingkat penangkapan ikan berkurang 66 hingga 75 persen," kata Direktur CSIS Gregory Poling, di kantor CSIS, Jakarta, Selasa 6 Februari 2018.
Hal ini juga berdampak pada masyarakat di sekitar Laut China Selatan. Pasalnya, sebanyak 3,7 juta orang bekerja untuk menangkap ikan di perairan tersebut, selain itu lebih banyak lagi orang yang makan dari hasil tangkapan mereka.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) pasal 123 mengamanatkan bahwa negara-negara yang berbatasan dengan laut semi tertutup, seperti Laut China Selatan, wajib bekerja sama di wilayah-wilayah yang mencakup perlindungan lingkungan laut dan pengelolaan stok ikan.
Selain itu, Pasal 192 UNCLOS memberikan kewajiban umum bagi negara-negara untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut.
Sistem yang efektif untuk mengelola perikanan Laut China Selatan dan lingkungannya tidak dapat didasarkan pada klaim teritorial dan maritim yang tumpang tindih, dimana jumlah ikan menjadi tidak diperhatikan.

Gregory Poling (kanan) di kantor CSIS. (Foto: Marcheilla Ariesta)
Kerja Sama Multilateral
"Dengan kemauan politik, sangat mungkin bagi negara-negara yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan untuk secara kooperatif melindungi ekosistem ini dan mengelola persediaan ikan tanpa mengurangi klaim teritorial dan maritim mereka yang tumpang tindih," imbuh dia.
Misalnya, Filipina, yang pemerintahannya berada di bawah persyaratan konstitusional untuk mempertahankan hak kedaulatan negara atas perairan dan landas kontinennya. Mereka dapat menyetujui untuk bekerja sama dalam pengelolaan perikanan di perairan yang disengketakan berdasarkan Pasal 123 UNCLOS tanpa mengurangi klaim dan tanpa melanggar undang-undang nasionalnya.
Masyarakat di sekitar Laut Cina Selatan sangat bergantung pada persediaan ikan untuk ketahanan pangan dan mata pencaharian lokal. Namun kawasan ini telah melihat tingkat suku bunga turun dalam beberapa tahun terakhir berkat kombinasi penangkapan ikan yang berlebihan dan perusakan lingkungan yang disengaja.
Seluruh perairan di Laut China Selatan dinilai CSIS berada dalam krisis perikanan. Menurut Poling, satu-satunya cara untuk menghindari hal tersebut adalah melalui kerja sama multilateral di perairan yang disengketakan. Di sinilah, ujar dia, kekuatan ASEAN diuji.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News