Dua pekan lalu, sebuah hotel ternama diserang sekelompok orang bersenjata. Sebanyak 22 orang tewas, sebagian besar adalah warga negara asing yang tengah melakukan kunjungan ke sana.
Akhir pekan lalu, sebuah bom mobil meledak di dekat pusat pemerintahan ibu kota Kabul. Insiden ini menewaskan lebih dari 100 orang dan 235 lainnya terluka.
Serangan bom mobil itu terjadi dua hari sebelum kedatangan Presiden Jokowi. Meski pun sudah disarankan untuk membatalkan kunjungan dengan alasan keselamatan, namun Presiden Jokowi tetap sesuai dengan rencana awal.
Peneliti terorisme Ridlwan Habib menilai kunjungan Presiden Joko Widodo ke Kabul, Afghanistan, langkah berani. "Pertimbangan Presiden Jokowi untuk tetap ke Kabul langkah superberani, karena negara lain justru mengeluarkan 'travel warning' (peringatan berhati-hati) ke Afghanistan," kata Ridlwan di Jakarta, Senin, 29 Januari 2018.
Ridlwan menilai kunjungan Presiden berisiko secara keamanan. Menurut Ridlwan, tujuh negara besar telah mengeluarkan travel warning ke Afghanistan, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Australia, Swiss, Selandia Baru, dan Denmark.
"Mereka melarang karena menduga akan ada serangan terorisme bersenjata," ungkap alumnus S2 Kajian Intelijen Universitas Indonesia itu.
Ridlwan menjelaskan, sejak Oktober 2017 hingga Januari 2018, Afghanistan terus diguncang aksi terorisme. Serangan dilakukan oleh dua kelompok yaitu ISIS dan Mujahiddin Taliban .
"Serangan Taliban dilakukan di kota Ghazni, Kandahar, Gardez, Paktia, Ghor dan bulan ini Taliban menyerang Kabul, dalam teori keamanan situasinya merah, sangat berbahaya," ujarnya.
Ridlwan berharap keberanian Jokowi ini diikuti dengan persiapan matang oleh Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Grup A Paspampres yang melekat pada Jokowi harus menyiapkan rencana darurat bahkan skenario evakuasi jika saat kunjungan ke Kabul ada serangan terorisme.
Tak hanya Jokowi, beberapa presiden Indonesia juga pernah menantang maut dengan mengunjungi negara yang sedang konflik.
Presiden Soekarno
Presiden pertama Indonesia Soekarno, mengunjungi Afghanisan pada 1961. Dia mendapat sambutan meriah kala itu.
Meski demikian, kala itu Afghanistan belum seperti saat ini.
Afghanistan menjadi salah satu negara paling awal mengakui kemerdekaan Indonesia. Pada 1954, Indonesia dan Afghanistan secara resmi membuka hubungan diplomatik kedua negara.
Presiden Soeharto
Penguasa Orde Baru itu pada pertengahan Maret 1995 mengunjungi Bosnia yang kala itu tengah dihadapi masalah, usai pesawat yang ditumpangi Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Yasushi Akashi ditembaki saat terbang ke Bosnia.
Kedatangannya ke Bosnia untuk memberikan bentuk dukungan moral kepada Presiden Alija Izetbegovic. Kala itu, Indonesia menjadi Ketua Gerakan Non Blok.
Menggunakan pesawat sewaan Rusia jenis JAK-40 berkapasitas 24 kursi, Soeharto terbang ke Bosnia. Dia mengenakan helm baja dan rompi anti peluru M-16 di dalam pesawat. Katanya, itu sesuai dengan prosedur keselamatan.
Alasan Pak Harto ke sana karena sebagai Ketua GNB Indonesia tak punya cukup uang untuk bisa membantu Bosnia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News