Menjelang 10 tahun usia AICHR pada 23 Oktober 2019, banyak pihak yang menyangsikan manfaat dari komisi di dalam tubuh ASEAN ini, terutama untuk isu-isu HAM di kawasan, misalnya di Myanmar.
“Apa yang mau diubah dari AICHR itu sangat tergantung dengan Indonesia. Dulu saat saya menjabat menlu, kami berhasil ‘membabat hutan’, kenapa sekarang tinggal ‘menanami’ saja tidak bisa?” kata Hassan saat ditemui di Jakarta, Selasa 22 Oktober 2019.
Hassan menambahkan, situasi untuk memajukan AICHR semakin susah ketika ada beberapa negara di ASEAN yang tidak mau menerima keterbukaan.
“Di ASEAN, ada berapa rezim yang otoriter? Mereka takut akan adanya keterbukaan komisi ini menerima aduan HAM. Yang paling takut jelas negara-negara yang menganut sosialis komunis dan junta,” ucap Hassan.
Menurut Hassan, perbedaan sistem politik yang berbeda dari setiap negara anggota ASEAN menjadi salah satu faktor yang menghambat kemajuan kinerja AICHR.
Kala itu, ujar dia, Indonesia-lah yang mengajukan harus ada sebuah komisi di dalam ASEAN. Kemudian, lahirnya AICHR.
“Tapi saya sebenarnya saya tidak setuju kenapa namanya Intergovermental. Makanya saat itu saya ajukan Rafendi Djamin untuk jadi wakil kita untuk menunjukkan bahwa pemerintah bisa bekerja sama dengan NGO dan LSM,” ungkap Hassan.
Hassan menegaskan, jika memang negara-negara kawasan tidak dapat bekerja sama untuk kemajuan AICHR, hal itu tidak menghambat usaha Indonesia untuk memajukan kinerja komisi tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id