Menang besar dalam pemilihan umum bulan lalu, Duterte bertekad menulis ulang konstitusi negara untuk menerapkan rencananya. Nantinya, pemerintah pusat akan membagi kekuasaan ekonomi ke berbagai daerah di 81 provinsi di Filipina. Sistem semacam ini diterapkan di Amerika Serikat (AS).
"Sistem semacam itu adalah alasan bagi mereka (para elite) untuk mempertahankan kekuasaan di Imperial Manila. Mereka selalu ada di dalam kantor mereka, mengendalikan jalannya aktivitas di Filipina," ujar Duterte dalam salah satu pidato saat masa kampanye.
Seperti dilansir AFP, Selasa (28/6/2016), Duterte akan resmi menggantikan Benigno Aquino pada Kamis mendatang. Aquino masih menjadi tokoh populer di Filipina, yang berasal dari sekelompok kecil elite yang mendominasi perpolitikan Manila.
Duterte akan menjadi presiden pertama Filipina yang berasal dari Mindanao, salah satu wilayah termiskin dan rumah bagi komunis serta separatis Muslim yang telah banyak menelan korban jiwa.
Menyoroti sikap antipati terhadap sistem di Filipina, Duterte tidak hadir dalam acara Kongres untuk memproklamasikan dirinya sebagai pemenang pemilu. Acara ini biasanya diwarnai seremonial mewah.
Setelah memenangkan pemilu, Duterte baru satu kali mengunjungi Manila. Ia berjanji akan menjalankan pemerintahan dari Davao, yang dihuni kurang dari dua persen total populasi Filipina. Jarak Davao dari Manila berkisar 1.000 kilometer.
Otonomi Daerah

Muslim di Filipina mendesak perdamaian antara pemerintah dengan pemberontak. (Foto: AFP)
Di bawah sistem federal Duterte, berbagai daerah di Filipina diizinkan meraup pendapatan masing-masing tanpa harus menyerahkannya ke pemerintah pusat. Ia yakin sistem semacam ini adalah kunci pertumbuhan ekonomi wilayah tertinggal.
Namun Duterte menegaskan sistem ini akan tetap membuat pemerintah pusat menjalankan fungsinya seperti biasa, seperti pertahanan negara, kebijakan luar negeri dan bea cukai.
Menurut Duterte, salah satu keuntungan utama dari sistem federalisme di Filipina adalah berakhirnya pemberontakan separatis kaum minoritas Muslim. Selama ini pemberontak melakukan perlawanan karena merasa mendapat perlakuan tidak adil dari pemerintah pusat dan mendesak diberikannya kekuasaan otonom.
"Struktur federal akan memberikan kedamaian di Mindanao," ujar Duterte dalam salah satu kampanye. Sejumlah pemimpin pemberontak Muslim menyambut baik rencana Duterte.
Mengubah konstitusi adalah subjek sensitif di Filipina. Pejabat negara tidak pernah menyentuhnya sejak terakhir kali diubah pada 1987, setelah terjadinya revolusi "Kekuatan Rakyat" yang menggulingkan diktator Ferdinand Marcos.
Konstitusi Filipina pada saat itu diubah untuk menghindari munculnya diktator baru, dengan membatasi periode kepresidenan selama enam tahun.
Percobaan terakhir mengubah konstitusi Filipina mendapat perlawanan keras dari oposisi, yang khawatir bahwa para petinggi hanya ingin memperpanjang kekuasaan mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News