medcom.id, Jakarta: Menyambut Hari Kelahiran Pancasila yang jatuh pada 1 Juni nanti, perhelatan besar akan digelar di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri RI. Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta jajaran menteri kabinet pun akan hadir di sini.
Hari Kelahiran Pancasila ternyata mempunyai arti tersendiri bagi Kementerian Luar Negeri, khususnya bagi Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, dalam menjalankan diplomasi dan hubungan internasional Indonesia dengan negara-negara sahabat.
Berikut wawancara khusus Metrotvnews.com bersama Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, di kantor Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Selasa 30 Mei 2017:
Mulai tanggal 29 Mei sampai 1 Juni digelar Pekan Pancasila untuk memperingati Hari Kelahiran Pancasila. Bagaimana sejarah adanya Gedung Pancasila di Kementerian Luar Negeri?
Kalau kita lihat, baca-baca sejarah, ada buku juga tapi nanti akan diperbaharui lagi dengan kegiatan-kegiatan diplomasi. Menurut sejarahnya, gedung (Pancasila) itu pernah menjadi kediaman dari Panglima Angkatan Perangnya Kerajaan Belanda, pernah jadi Gedung DPR-nya juga atau Volksraad, pernah menjadi gedung Cho Sangi In zaman Jepang di mana pada saat itu dirumuskan oleh Presiden Pertama RI Ir. Soekarno yang berpidato mengenai lima sila tersebut pada 1 Juni.
Sejak saat itu, ada Pancasila yang punya lima sila di mana disampaikan oleh Pak Karno. Ternyata rumusan itu rumusan yang spontan, tidak dalam kondisi membaca. Lalu diketik, akhirnya menjadi Pancasila sampai sekarang. Kemudian gedung tersebut dinamakan Gedung Pancasila pada 1973, renovasi terakhir memakan dua tahun 1973-1975. Sejak saat itu dinamakan Gedung Pancasila.
Kalau kita lihat sejarah itu menarik sekali, Kementerian Keuangan untuk urus finansial, Gedung Pancasila, Gedung Raat Van Indie yang sekarang jadi Gedung Garuda itu ternyata ada sejarah yang menarik juga. Sejak tahun lalu, Presiden menetapkan 1 Juni hari lahir Pancasila dan hari libur nasional.
Kesiapan Kemenlu untuk tanggal 1 Juni nanti karena ada Presiden Joko Widodo juga, apa saja?
Karena Gedung Pancasila ada di wilayah Kemenlu, jadi gedung itu akan dipakai peringatan hari lahir pancasila pada 2017 ini. Sejak beberapa hari yang lalu sudah dilakukan persiapan, tentunya persiapan dilakukan oleh Istana Negara, dikoordinir secara nasional.
Tapi kemarin dan hari ini, saya menunggu langsung gladi kotor dan gladi bersih dan mempersiapkan Gedung Pancasila untuk holding room Presiden dan Ibu Negara serta Wapres dan Ibu Wapres serta jajaran menteri kabinet, DPR, MPR dan tamu-tamu. Tadi juga saya lakukan bersama Sekjen dan Wakil Menteri Luar Negeri.
Untuk Kemenlu sendiri, apa arti kelahiran Pancasila?
Kalau kita bicara mengenai politik luar negeri, tiap-tiap bangsa, tiap-tiap negara memiliki apa yang dinamakan aset dari politik luar negerinya. Dalam artian, isu yang 'laku dijual'. Saat ini kita bicara soal politik luar negeri Indonesia, ya Pancasila itu, sebagai dasar negara.
Kenapa sebagai aset? Karena di Pancasila terkandung elemen keberagaman. Jadi, ke manapun kita pergi, misalnya saat saya bicara dengan Menteri Luar Negeri Luksemburg (Menlu Retno melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Luksemburg Jean Asselborn pada Selasa 30 Mei) tadi, dia mengatakan selalu Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar tetapi at the same time (di saat bersamaan), Indonesia juga menjadi negara yang majemuk dan demokrasi.
Oleh karena itu, saat kita bicara dengan negara lain, faktor keberagaman itu menjadi aset bagi kita. Saat saya bicara dan bertemu dengan penerima beasiswa BSBI, 60 orang dari 47 negara berbeda, saya sampaikan bahwa keberagaman is a given (anugerah), tidak hanya Indonesia tetapi dunia. Tetapi, harmoni has to be nurture (harmoni harus diupayakan) . Bahwa terciptanya harmoni, it not a given, itu ada karena di-nurture (terciptanya harmoni bukan anugerah, tetapi itu ada karena diupayakan). Itu yang kita tidak boleh lupa.
Diperlukan sebuah komitmen yang kuat dari setiap individu untuk menghormati perbedaan untuk menerima perbedaan sebagai keadaan yang ada tapi kemudian dikelola dengan cara menghormati satu sama lain sehingga tercipta harmoni. Kadang-kadang kita lupa bahwa harmoni is a given. Tidak, harmoni itu sesuatu yang harus diupayakan terus dan sekali lagi, kita jangan sampai lupa untuk mengupayakan harmoni tersebut. Dan thanks God, kita punya lem perekat dari perbedaan itu adalah Pancasila.
Melihat kondisi Indonesia saat ini yang bisa dibilang politiknya memanas, menurut Ibu Menlu, ada kiat untuk memperkuat Pancasila itu sendiri tidak?
Kita yakin bahwa mayoritas masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang toleran, sadar penuh bahwa Indonesia itu lahir dari sebuah perbedaan. Dan sekali lagi, bahwa perbedaan itu harus dikelola dengan baik.
Jadi sebenarnya, saat kita memperingati hari lahirnya Pancasila, its also reminder for us (menjadi pengingat untuk kita semua), untuk mencapai sebuah Indonesia yang majemuk, damai, stabil, pertumbuhan ekonomi melampaui rata-rata itu tidak datang dengan sendirinya.
Dan kita memiliki fondasi yang kita jadikan pijakan untuk memperkuat hidup berbangsa kita. Dan fondasi itu tidak boleh goyah. Berdemokrasi kita boleh, memiliki pandangan berbeda, boleh.
Tetapi seperti yang dikatakan Presiden, fondasi ini sudah final dan fix. Sama seperti di Amerika, mereka berdemokrasi tapi mereka tidak pernah menyentuh fondasinya.
Selama berkarier di dunia diplomasi, apa pandangan negara-negara sahabat Indonesia soal Pancasila?
Mereka apresiasi sekali dasar negara Pancasila dan mereka melihat dan menilai bahwa salah satu hal yang membuat Indonesia survive (bertahan) sebagai negara yang majemuk yang tetap united (bersatu) karena ada dasarnya.
Jadi di dalam berbagai pertemuan, mereka selalu berbicara masalah itu. Menlu Luksemburg, walaupun tidak menyebutkan secara langsung Pancasila, tapi kita bicara lagi soal kemajemukan Indonesia yang tetap menjaga kesatuannya dan kesatuan Indonesia bisa menciptakan stabilitas. Stabilitas ini, -sebagai negara yang paling besar di kawasan- tentunya stabilitas Indonesia akan dan telah memberikan kontribusi yang besar di kawasan.
Jadi, dalam kehidupan bernegara kan kita tidak isolated (terisolasi), pada saat kita sebagai negara yang paling besar di kawasan, kalau terjadi sesuatu dengan Indonesia, sudah pasti akan pasti mempengaruhi kawasan sekitar, aspek ekonomi maupun politik dan keamanan.
Apa Pancasila bisa jadi arah kebijakan Indonesia di hubungan internasional?
Pasti. Itu kan fondasi. Itu adalah dasar yang selalu kita bawa untuk melakukan apa saja di dunia internasional.
Apakah saat ini ada tantangan-tantangan terkait dengan kondisi saat ini?
Saya kira, ada basis ada tantangan, ada yang dinamakan kebijakan komitmen dan sebagainya. Tantangan ini bisa berubah dari waktu ke waktu, basisnya kan tetap.
Kebijakan kita misalnya perlindungan minoritas, kebijakan kita komitmen kita saya kira tetap. Ketika bicara dengan Menlu Luksemburg, ia mengatakan bahwa warga Eropa mengetahui ada tantangan di sini (Indonesia). Sebenarnya bukan tantangan yang dimiliki di Indonesia, masalah perbedaan itu juga tantangan banyak negara. Tapi dia bilang, dengan fondasi kuat yang dimiliki Indonesia menjadi sebuah negara demokrasi, dia lihat kebijakan Indonesia untuk mempromosikan dan memproteksi HAM termasuk melindungi kaum minoritas tetap ada.
Jadi, mereka tahu ada tantangan yang sedang terjadi di Indonesia, tapi not stands alone (tidak hanya) di Indonesia. Ada komitmen dari Pemerintah Indonesia juga untuk menghormati itu. Akan berbeda jika kita ada fondasi, tapi dunia internasional melihatnya kita goyang. Hal itu yang tidak dilihat di Indonesia dari negara lain.
Komitmen kita sangat kuat untuk melindungi negara ini. Ini kan turun-temurun, soal nilai menghormati ini. Misalnya dari orangtua ke anaknya, turunan itu yang harus diajarkan dan ditularkan. Kalau tidak, ya harmoni is not a given (harmoni tidak diupayakan).
Ada pesan-pesan untuk anak muda untuk mengokohkan Pancasila?
Dari kacamata saya melihat, kalau pake Bahasa Jawa itu bisa disebut diuri-uri. Artinya dipelihara terus. Kita sudah sampai di Indonesia yang sekarang ini, sebuah negara yang dihormati oleh negara lain bukan karena kita negara yang kaya, bukan karena kita negara yang kekuatan militer tinggi, tapi dihormati karena tentunya mereka melihat kita sebagai negara demokasi.
Paduan demokrasi dan majemuk ini tidak gampang. Semakin majemuk, frame demokrasi ini semakin banyak. Print demokrasi semakin banyak, sehingga untuk mengelolanya butuh kemampuan tersendiri.
Kita bisa menunjukkan ini loh kita, bangsa yang majemuk. Kita dihormati juga selalu memberikan kontribusi di perdamaian dunia. Bisa kita dikatakan, kita ada di mana-mana, misalnya peacekeeper (pasukan perdamaian PBB) kita ada di mana-mana Indonesia termasuk one of largest contributor (salah satu kontributor paling besar) untuk peacekeeper.
Kita berusaha untuk menjadi brigde builder (jembatan) ketika ada perbedaan. Perbedaan itu bisa menimbulkan konflik dan perang. Kita berusaha menjadi jembatan. Kadang-kadang saat memerankan diri itu kita jadi story teller, berdasarkan pengalaman kita.
Seperti yang kita lakukan dengan Myanmar, kita menceritakan bahwa ini loh kita pernah mengalami seperti ini dan ini loh jalur yang kita lalui sampai seperti ini. Apa ada ongkosnya? Ada. Besar. Tapi saya pikir, kita sudah di right track (jalur yang benar) sampai menjadi Indonesia yang berdemokrasi.
Kita tidak pernah dalam membantu itu memakai megaphone diplomacy. Apa yang Indonesia lakukan di dunia internasional itu membuat negara lain nyaman.
Tapi saya yakin setiap negara yang berbicara dengan Indonesia, rasa nyaman itu ada. Mereka mau berbicara apapun, kita ada kontribusi di situ. Misalnya soal ekonomi di Asia Tenggara, kita bisa bicara banyak, kita cukup bagus. Soal keamanan dan stabilitas politik, banyak juga kita bisa bicara.
Indonesia itu dipandang karena kita kokoh dan dilihat mau berkontribusi terhadap upaya pencapaian dan perdamaian dunia.
Indonesia itu dipandang karena kita kokoh dan dilihat mau berkontribusi terhadap upaya pencapaian dan perdamaian dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News