Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Indonesia ingin membangun sebuah ikatan yang kuat dengan Afrika dalam berbagai bidang sebagai upaya merealisasikan semangat solidaritas yang digagas dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada 1955.
“Dengan visi (Jokowi) itu Indonesia ingin menerjemahkan solidaritas politik menjadi kerja sama yang nyata, salah satunya di bidang ekonomi, untuk mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Afrika,” ucap Menlu Retno, pada diskusi panel dalam rangkaian acara Dialog Infrastruktur Indonesia-Afrika (Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue/IAID) di Nusa Dua, Bali, Selasa, 20 Agustus 2019, yang dilansir dari Antara.
“Kami tidak ingin terjebak pada romantisme sejarah 1955, kami menginginkan ikatan yang kuat antara Indonesia dan Afrika,” imbuh Menlu Retno.
“Untuk itu, Indonesia berupaya meningkatkan kerja sama dengan Afrika, salah satunya dengan menyelenggarakan Forum Indonesia-Afrika (IAF) 2018. Forum tersebut menghasilkan kesepakatan bisnis senilai 586 juta dolar AS (atau sekitar Rp8,3 triliun),” imbuh Menlu Retno.
Retno juga menggarisbawahi pendekatan Indonesia ke Afrika yang meningkat signifikan. Pada 2017, Indonesia membawa 17 misi politik dan ekonomi ke Afrika, sementara pada 2018 tercatat 35 misi Indonesia mengunjungi Afrika.
Kunjungan delegasi Indonesia ke Afrika yang meningkat dalam dua tahun terakhir itu menunjukkan keseriusan Indonesia untuk melihat berbagai potensi kerja sama dengan Afrika. Dengan populasi 1,2 miliar jiwa, Afrika adalah pasar yang sangat potensial bagi Indonesia.
“Karena itu, kami ingin menjadi bagian dari pembangunan Afrika, begitu pula sebaliknya,” tutur Menlu Retno.
Kerja sama yang telah dilakukan Indonesia antara lain menyangkut negosiasi perjanjian perdagangan preferensial (PTA) dengan sejumlah negara Afrika, seperti Mozambik dan Tunisia. Jika berhasil disepakati, perjanjian tersebut akan memperlancar arus keluar-masuk produk barang dan jasa Indonesia, yang selama ini dikenai tarif lebih tinggi untuk masuk ke Afrika.
Selain itu, beberapa BUMN Indonesia, di antaranya PT Wijaya Karya (WIKA), telah merintis kerja sama infrastruktur melalui penandatanganan kontrak proyek renovasi Istana Presiden Niger senilai USD26,7 juta atau sekitar Rp380 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News