"Sudah saatnya kita mengandalkan diri sendiri, kita akan memperkuat pertahanan kita sendiri dan tidak bergantung pada negara lain," kata juru bicara Duterte, Salvador Panelo, dalam jumpa pers dilansir dari The Guardian, Selasa 11 Februari 2020.
Duterte, secara terbuka tidak menyetujui aliansi militer kedua negara. Dia membuat keputusan tersebut setelah visanya untuk Amerika Serikat dibatalkan karena masalah yang berkaitan dengan program perang narkoba miliknya.
Perjanjian Pasukan Kunjungan ini ditandatangani pada 1998. Perjanjian ini yang membuat militer AS dapat 'bekerja' di Filipina untuk memberikan latihan militer dan bantuan kemanusiaan.
Kedua negara juga memiliki Perjanjian Pertahanan Bersama dan Perjanjian Peningkatan Kerja Sama Pertahanan. Kedua perjanjian ini masih dipertahankan oleh kedua negara.
Sejak kepemimpinan Duterte, Filipina yang tadinya bersekutu dekat dengan AS menjadi menjauh. Kala itu penyebabnya adalah ketidaksetujuan Presiden Barack Obama terhadap kebijakan perang narkoba Filipina.
Padahal perang narkoba di Filipina disetujui sebanyak 82 persen warga. Dalam perang anti-narkoba di Filipina, polisi mengaku telah membunuh lebih dari 6.700 tersangka pengedar. Namun mereka membantah terlibat dalam pembunuhan di luar jalur hukum terhadap ribuan pengguna narkoba.
Polisi juga menyangkal tuduhan sejumlah kelompok-kelompok hak asasi manusia, bahwa mereka telah mengeksekusi target, serta memalsukan laporan dan merusak bukti kejahatan di lokasi kejadian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News