Sejak menerima informasi tersebut, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi segera melakukan tindakan cepat dan memberikan bantuan ke korban.
Kemenlu RI juga langsung berkoordinasi dengan agen pengirim dan menyampaikan pemberitahuan resmi kepada keluarga korban.
Seperti keterangan tertulis dari Kemenlu RI kepada Metrotvnews.com, Kamis 29 Juni 2017, akibat badai di Atlantik, tiga ABK WNI terbawa ombak namun 12 lainnya selamat. Ketiga WNI tersebut adalah AK asal Sulawesi Utara, SG asal Slawi, Jawa Tengah dan WY asal Cirebon.
"Segera setelah kapal tiba di pelabuhan Cape Town, Tim Perlindungan WNI KJRI Cape Town menyambangi ABK WNI, berkoordinasi dgn inspektur ITF serta otoritas pelabuhan. Dari 12 WNI yang selamat, 10 orang meminta dipulangkan karena mengalami trauma. Sementara 2 WNI lainnya memutuskan tetap bekerja," papar Konjen RI Cape Town Krishna Adi Poetranto.
Kapal yang berbendera Korea Selatan ini bernama Oryong 355 yang membawa 25 ABK. 15 di antaranya adalah WNI, lalu empat WN Vietnam dan enam WN Korsel. Kapal ini berangkat dari Port Luis, Mauritius untuk menangkap ikan di Samudera Atlantik.

Namun, ternyata lokasi di mana mereka akan menangkap ikan diserang badai dan gelombang setinggi delapan meter. Lalu, pencarian tiga ABK WNI yang hilang dilakukan oleh Oryong 355 dan sejumlah kapal Korsel yang berada di sekitar lokasi saat itu.
Namun karena badai dan gelombang yang tinggi serta suhu yang mencapai 0 derajat Celcius membuat pencarian sangat sulit sehingga harus dihentikan setelah 72 jam.
Rabu pekan ini, 10 ABK yang meminta dipulangkan tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Kesepuluh ABK tiba dengan Qatar Airways via Doha dan dijemput oleh BNP2TKI serta wakil agen pengirim.
Sementara itu, pihak agen pengirim, PT. Mitra Samudera Cakti dan keluarga 3 WNI ABK yang hilang telah mengkonfirmasi bahwa hak-hak asuransi dari agen telah diterima seluruhnya oleh keluarga. Selain menerima asuransi dari agen pengirim, keluarga juga menerima asuransi dari pemilik kapal, Sajo Industries Ltd.
"Pemilik kapal adalah perusahaan yang sama dengan pemilik kapal Oryong 501 yang tenggelam di Laut Bering pada akhir 2014. Saat itu Menlu langsung berkomunikasi dengan manajemen perusahaan pemilik kapal di Seoul untuk memastikan pemenuhan hak-hak korban. Hubungan yang sudah baik tersebut membuat penyelesaian hak-hak korban dalam kejadian ini jaih lebih mudah," tegas Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemenlu RI, Lalu Muhamad Iqbal.
Diperkiraka, sekitar 7 ribu ABK WNI berlabuh di pelabuhan Cape Town, Afrika Selatan, setiap tahunnya. Sementara di Pelabuhan Port Luis, Mauritius, sekitar 3 ribu ABK WNI berlabuh setiap tahunnya.
Sebagian besar WNI bekerja di kapal berbendera Taiwan, Korea Selatan dan Jepang. Kemlu melalui KJRI Cape Town dalam setahun terakhir sedang membangun model sistem perlindungan bagi ABK WNI di Cape Town.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News