"Jika kalian berpikir saya tidak cukup baik untuk negara ini dan ada yang lebih baik, saya siap mengundurkan diri," ujar Suu Kyi pada pidatonya yang disiarkan sejumlah televisi Myanmar, seperti dikutip Guardian, Sabtu 1 April 2017.
"Saat saya bergabung di dunia politik, saya berjanji satu hal: akan melakukan yang terbaik. Itu saja, tak ada hal yang lebih baik lagi yang dapat saya lakukan dari itu," lanjutnya lagi.
Wanita berusia 71 tahun ini menang pemilu demokratis bersejarah tahun lalu. Suu Kyi adalah pemimpin Myanmar pertama yang berasal dari warga sipil dan berhasil menghentikan militer yang menancap di Myanmar hampir setengah abad.
Selama setahun menjabat, Suu Kyi dihadapkan sejumlah permasalahan yang menghadang. Yang paling besar adalah kasus kemanusiaan Rohingya di mana menggegerkan dunia internasional.
Suu Kyi berupaya menegaskan prioritasnya saat ini tertuju pada penyelesaian konflik antar etnis di Rakhine State tersebut yang melibatkan setidaknya 20 kelompok pemberontak.
Sejauh ini, lima kelompok etnis dilaporkan telah sepakat mencapai kesepakatan damai.
Meski begitu, Suu Kyi menegaskan akan tetap menolak menerima tim pencari fakta PBB untuk masuk ke negara bagian Rakhine, wilayah mayoritas Rohingya, dalam rangka menyelidiki dugaan pelanggaran HAM oleh aparat keamanan.
"Kami memiliki banyak harapan. Tetapi, harapan hanyalah harapan, tidak ada yang pasti, kita harus terus mencoba," tutur pemimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Sementara itu, penyelidik PBB mengatakan, tak sedikit perempuan yang diperkosa dan bayi yang dibantai oleh aparat saat operasi militer di Rakhine berlangsung.
Laporan ini memicu adanya kritik kepada Suu Kyi yang dianggap gagal melindungi Rohingya. Bahkan, Suu Kyi dianggap tak pantas menyandang gelar penerima Nobel Perdamaian karena sempat bungkam terkait kasus Rohingya ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News