"Diplomasi lingkungan hidup menjadi salah satu pendukung diplomasi ekonomi. Ini sejalan dengan Agenda SDGs 2030 dimana keseimbangan dan sinergi harus terus terjaga antara pilar ekonomi, sosial dan lingkungan hidup," kata Febrian, di Jakarta, Rabu 13 November 2019
Febrian mengatakan negara-negara maju kerap mendorong isu lingkungan hidup. Namun, imbuh dia, mereka tidak mengindahkan kedua pilar lainnya, yakni ekonomi dan sosial.
"Dalam konteks ini, diplomasi lingkungan hidup Indonesia harus bisa memastikan bahwa dalam memperjuangkan kepentingannya, dimensi ekonomi atau 'room to grow' tetap ada untuk negara berkembang," tutur dia.
Senada dengan Febrian, Sarwono Kusumaadmaja, Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, pertumbuhan ekonomi memang pasti sejalan dengan lingkungan hidup. Menurut dia, tiga pilar itu tidak bisa dipisah-pisah.
"Misalnya kita berjual beli barang dengan menggunakan standar lingkungan yang jelas, yang acceptable buat semua pihak," terangnya.
Meski demikian, menurut Sarwono, perlu adanya perbaikan dalam diplomasi lingkungan hidup Indonesia. Contohnya dalam kasus sawit.
Dia menambahkan sawit menjadi permasalahan karena memang ada persaingan minyak nabati. Karenanya perlu ada introspeksi agar bisa mematahkan asumsi negara Barat yang mengatakan sawit dapat merusak lingkungan.
"Praktik-praktik industri sawit perlu diperbaiki. Industri sawit kita juga masih harus introspeksi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News