Jakarta: Kawasan Asia Tenggara merupakan yang paling rawan terkena bencana. Sebanyak 50 persen kematian di dunia dalam 15 tahun terakhir terjadi di kawasan ini.
Bersatu berkomitmen mengatasi tantangan dalam bentuk bencana alam ini, Asosiasi Negara-negara di Kawasan Asia Tenggara (ASEAN) membentuk badan penanggulangan bencana regional, yaitu ASEAN Humanitarian Assistance Centre (AHA Centre).
Enam tahun berdiri sejak November 2011, AHA Centre sudah 20 kali menanggulangani bencana besar di ASEAN. Untuk rentang waktu enam tahun, jumlah tersebut terlalu banyak. Sebut saja Topan Haiyan di Filipina, gempa bumi di Pidie Jaya Aceh, banjir bandang di Myanmar dan Vietnam, dan masih banyak lagi.
Adelina Kamal, Direktur Eksekutif AHA Centre menceritakan kepada Medcom.id mengenai berbagai pengalaman AHA Centre bergelut dengan bencana yang terjadi di Asia Tenggara. AHA Centre, ucap Adelina, selalu bekerja sama dengan lembaga penanggulangan bencana di masing-masing negara ASEAN.
"Kami mempunyai reporting line ke mereka, jadi kami bekerja sama dengan mereka dalam arti mempererat koordinasi di antara sepuluh institusi di ASEAN. Kalau mereka fokusnya di nasional, kami lebih ke arah koordinasi dengan lembaga di 10 negara ini dan jatuhnya ke regional," ucap Adelina kepada Medcom.id, di Jakarta, Jumat 19 Januari 2018.
Adelina menuturkan kerja sama ini salah satunya dengan melakukan pemantauan melalui Pusat Operasi Darurat (EOC).
"Jadi, kalau misalnya ada bencana di FIlipina, biasanya topan, nah EOC kami akan berkoneksi dengan EOC dari lembaga penanggulangan bencana Filipina untuk memantau perkembangan," jelas Adelina.
Adelina mengatakan, AHA Centre selalu melakukan analisa risiko bencana saat masa tenang. Analisa ini juga dilakukan bersama badan penanggulangan bencana di masing-masing negara ASEAN.
Menurut dia, pemetaan risiko bencana ini penting karena sudah bisa diidentifikasi sebelumnya. Kalau sudah begitu, masing-masing negara dan juga AHA Centre bisa mengantisipasi dampak besar sebelumnya.
Biasanya, bencana yang sudah teridentifikasi melalui pemetaan risiko ini adalah bencana yang sifatnya musiman, seperti banjir, atau topan. Selain itu, pemetaan risiko ini juga dilakukan dengan para akademisi untuk menganalisanya.
"Sayangnya, Indonesia masuk dalam tiga besar negara yang paling rawan terkena bencana di kawasan Asia Tenggara, selain Filipina dan Myanmar," kata dia.
Dari pemetaan yang sudah dilakukan, ada beberapa ketakutan yang dihadapi AHA Centre.
"Yang kami takutkan, Indonesia terjadi tsunami lagi, Filipina gempa bumi di metro Manila dengan skala dan dampak yang besar, kemudian di Myanamr terjadi siklon tropis. Tiga hal ini sudah diantisipasi," lanjut dia.

Direktur Eksekutif AHA Centre Adelina Kamal (Foto: Wahyu Dwi Anggoro).
Setelah pemetaan risiko dan antisipasi, kemudian disusun rencana berkelanjutan. Maksudnya adalah barang-barang yang sekiranya diperlukan untuk membantu para korban bencana sudah dipersiapkan. Dan jika bencana datang, bantuan tersebut tinggal didistribusikan.
Selain itu, AHA Centre juga memiliki sistem monitoring yang tersebar di hampir sepuluh negara anggota ASEAN. Karena sifatnya yang regional, setiap hari proses monitoring dilakukan bersama-sama.
"Kalau sudah monitoring bencana, kita akan mengeluarkan flash update yang memberikan informasi ke negara bersangkutan atau negara ASEAN lain yang terkena dampak," terang Adelina.
Jika ada kejadian seperti itu, AHA Centre melakukan analisa jarak jauh dengan mengumpulkan informasi dari pemetaan risiko bencana saat masa tenang. Tak hanya memberikan analisa, namun juga menawarkan bantuan kepada negara yang terkena dampak bencana.
"Dampak bencana ini tak hanya menyebabkan banyak orang meninggal, namun juga berdampak pada sosial, ekonomi dan sebagainya dan kita punya tujuan untuk menjadi masyarakat ekonomi ASEAN. Kita beberapa tahun ke depan termasuk dalam kekuatan ekonomi terbesar keempat di dunia, jadi kita harus mempersiapkan diri untuk berkompetisi di dunia global, salah satunya dengan mengurangi risiko bencana, karena itu, AHA Centre didirikan," imbuhnya.
AHA Centre adalah lembaga penanggulangan bencana di kawasan ASEAN yang didirikan pada November 2011 lalu. Berdirinya AHA Centre melalui proses perjanjian dilakukan pada saat pertemuan tingkat kepala negara ASEAN yang ke-19 di Bali, Indonesia.
Pendirian AHA Centre ini diamanatkan melalui kesepatakan yang mengikat secara hukum yang disebut ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER). Dengan mottonya, One ASEAN One Response, AHA Centre diharapkan bisa membantu Asia Tenggara mencapai kesepakatan sentralitas ASEAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News