Demonstran menyerbu pusat kota Hong Kong. (Foto: AFP)
Demonstran menyerbu pusat kota Hong Kong. (Foto: AFP)

100 Hari Demonstrasi Hong Kong Menuntut Demokrasi

Sonya Michaella • 16 September 2019 10:27
Hong Kong: Hong Kong masih diliputi dengan demo anti-pemerintah. Demo ini telah memasuki hari ke-100, hari ini.
 
Demo anti-pemerintah ini menjadikan bekas koloni Inggris tersebut ke dalam krisis paling parah sepanjang sejarah sejak ia kembali ke pemerintahan Tiongkok pada 1997.
 
Dilansir dari AFP, Senin 16 September 2019, demo dimulai dari aksi para penolak Rancangan Undang-Undang Ekstradisi Tiongkok pada 9 Juni 2019. Warga menolak RUU ini yang dianggap akan membuat Hong Kong semakin terperangkap dalam hukum Tiongkok.

Pada 12 Juni, bentrokan semakin parah ketika para pedemo bertempur dengan polisi. Untuk menghalau pedemo, polisi menggunakan peluru karet dan gas air mata. 
 
1 Juli 2019, ratusan ribu pedemo menghantam parlemen dan gedung-gedung pemerintah. Delapan hari kemudian, pemimpin Hong Kong Carrie Lam menolak untuk menarik RUU ekstradisi Tiongkok tersebut yang memungkinkan para tersangka kriminal Hong Kong diadili di Tiongkok.
 
Protes kembali pecah pada 21 Juli di mana polisi anti huru-hara menembakkan gas air mata dan peluru karet setelah kantor perwakilan Tiongkok di Hong Kong dilempari telur.
 
Selain itu, para pendukung pemerintah mulai turun ke jalan dengan memakai topeng serta memakai baju putih dan merusak sejumlah stasiun MTR. Mereka juga sempat memukuli warga sipil yang kebetulan memakai baju warna hitam. 
 
Kemarahan para pedemo memuncak ketika polisi dianggap lamban dalam menangani serangan dari kelompok pro-pemerintah serta gagal menangkap para penyerang.
 
Demo juga berlanjut pada 27 dan 28 Juli hingga awal Agustus. Kantor polisi kini menjadi sasaran para pedemo.
 
Pertengahan bulan tepatnya pada 15 Agustus, pedemo mulai menyerang Bandara Internasional Hong Kong yang menyebabkan ratusan penerbangan ditangguhkan.
 
Pada 4 September lalu, Lam memutuskan untuk menarik RUU ekstradisi tersebut. Namun, keputusan pemerintah ini tidak menyurutkan demo warga Hong Kong yang terus berlanjut hingga sekarang.
 
Demonstran kini menyerukan penegakan demokrasi, yang dinilai sudah semakin terkikis oleh intervensi Tiongkok.
 
Pekan lalu, ribuan pedemo beramai-ramai bergerak ke Konsulat Amerika Serikat (AS). Mereka meminta Kongres AS di Washington untuk meloloskan UU berisi dukungan terhadap gerakan pro-demokrasi di Hong Kong.
 
UU tersebut berpotensi mengancam hubungan perdagangan khusus antara AS dan Hong Kong. Carrie Lam menilai segala bentuk perubahan kerja sama ekonomi berpotensi merugikan kedua belah pihak.
 
Meski politisi dari dua partai di AS telah mengekspresikan dukungan terhadap gerakan pro-demokrasi di Hong Kong, pemerintah pusat di bawah Presiden Donald Trump tidak terlalu vokal. Trump hanya pernah menyerukan resolusi damai krisis Hong Kong dan juga meminta Tiongkok tidak menggunakan kekerasan dalam merespons gerakan massa.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan