Referendum ini merupakan langkah akhir dalam mencapai perjanjian damai antara pemerintah Filipina dengan grup pemberontak Muslim terbesar di negara tersebut, Moro Islamic Liberation Front (MILF). MILF adalah motor penggerak utama dalam pemberontakan di Filipina selatan sejak era 1970-an.
Baca: Pemberontak Moro Tuntut Kelanjutan Dialog Damai dengan Filipina
Warga di beberapa area utama di Filipina selatan, tepatnya di pulau Mindanao, akan ikut serta dalam referendum ini. "Saya lelah atas banyaknya aksi kekerasan di wilayah ini. Ayah saya adalah salah satu korbannya," ucap warga bernama Jembrah Abbas kepada kantor berita AFP.
"Pemungutan suara ini digelar pada peringatan 20 tahun kematian ayah saya. Saya sangat kesal atas semua kekerasan ini," lanjut dia.
Proses pemungutan suara akan diawasi kontingen 20 ribu polisi dan prajurit Filipina. Penjagaan diperketat atas kekhawatiran sejumlah grup pemberontak akan menggunakan kekerasan untuk mencoba mengacaukan referendum.
Upaya mencapai perdamaian antara Filipina dengan pemberontak di wilayah selatan pada 1990-an. Proses perdamaian tidak melibatkan beberapa faksi garis keras, termasuk grup yang telah mendeklarasikan kesetiaan kepada kelompok militan Islamic State (ISIS).
"Motif mereka adalah menebar teror," ucap Kepala Kepolisian Nasional Filipina Oscar Albayalde, merujuk pada beberapa grup ekstremis selain MILF. "Mereka tidak benar-benar memiliki suatu tujuan," lanjut dia.
Pemerintah Filipina dan MILF berharap wilayah otonomi Bangsamoro nantinya dapat menarik lebih banyak investor. Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah sejak lama mendukung pembentukan wilayah otonomi yang mayoritas dihuni Muslim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News