Netblocks mengklaim penurunan konektivitas ini disengaja di tengah kudeta yang dilakukan oleh militer Myanmar karena data menunjukkan konektivitas terus menurun sampai 50 persen pada pukul 08.00 pagi waktu setempat.
“Konektivitas internet di #Myanmar telah turun ke 50 persen dari level biasa pukul 8:00 waktu setempat di tengah kudeta militer dan penahanan para pemimpin sipil. Pola gangguan menunjukkan perintah pemadaman telekomunikasi yang dikeluarkan secara terpusat,” bunyi laporan Netblocks dikutip dari akun media sosial resmi mereka @netblocks, Senin, 1 Februari 2021.
Data teknis menunjukkan penurunan konektivitas beberapa operator jaringan. Termasuk Myanma Post and Telecommunications (MPT) milik negara dan operator internasional Telenor.
Dalam laporannya, Netblocks mengungkapkan temuan awal menunjukkan gangguan layanan seluler dan beberapa layanan telepon. Temuan tersebut juga menunjukkan data di lapangan pengguna tidak bisa online dan kehilangan konektivitas telepon.
Saat ini, konektivitas internet sudah mulai kembali dipulihkan. Namun, tidak 100 persen. Laporan Netblocks menunjukkan layanan internet di Myanmar telah dipulihkan. Data jaringan menunjukkan konektivitas kembali hingga 75 persen.
Suu Kyi, Presiden Myanmar U Win Myint, dan sejumlah petinggi lainnya telah ditahan pada Senin ini. Penahanan yang dilakukan militer ini dilakukan menjelang pembukaan sesi baru parlemen Myanmar.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres menilai situasi terkini di Myanmar sebagai pukulan telak bagi demokrasi.
Kecaman juga datang dari Amerika Serikat dan Australia. AS mengaku terganggu dengan langkah-langkah yang dapat membahayakan transisi demokrasi di Myanmar.
Sementara Australia melalui Menteri Luar Negeri Marise Payne mendesak Myanmar untuk segera membebaskan Suu Kyi dan sejumlah pejabat lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News