PM Australia Malcolm Turnbull kecam uji rudal Korut (Foto: AFP).
PM Australia Malcolm Turnbull kecam uji rudal Korut (Foto: AFP).

Desak Sanksi Terberat, PM Australia Kutuk Uji Rudal Korut

Arpan Rahman • 29 Agustus 2017 11:14
medcom.id, Canberra: Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull, mengecam uji coba rudal terbaru Korea Utara (Korut) dengan 'kutukan terkeras'. Ia telah mendesak semua negara supaya menerapkan 'sanksi paling berat' terhadap rezim tersebut.
 
 
Dia minta China,-untuk kedua kalinya bulan ini-, dengan memanfaatkan pengaruh ekonomi uniknya atas Korut agar membawa rezim itu tunduk sebelum ketegangan meningkat penuh bahaya di Semenanjung Korea.
 
Julie Bishop, Menteri Luar Negeri Australia, menyebut tes rudal terbaru Korut sebagai tindakan "provokatif, berbahaya, tidak stabil dan mengancam." Seraya mengatakan bahwa rezim melanggar "sejumlah resolusi Dewan Keamanan PBB dan bertindak secara tidak sah".
 
Tapi dia telah stop menyebutnya sebagai tindakan perang. "Rezim Korut terus sembrono mengancam perdamaian dan stabilitas kawasan dan dunia," Turnbull mengatakan kepada radio 5AA, pada Selasa 29 Agustus. 
 
"Kami minta semua negara untuk menjatuhkan sanksi terberat sebagaimana ditetapkan oleh Dewan Keamanan melawan Korut," cetusnya.
 
"Sangat penting bila China memainkan perannya. Mereka memiliki kemampuan untuk membawa Korut sadar tanpa tindakan militer dan mereka harus memanfaatkan pengaruh ekonomi untuk melakukannya," ucap Turnbull, seperti disitir Guardian, Selasa 29 Agustus 2017.
 
Sejumlah negara bereaksi dengan marah terhadap berita bahwa Korut telah melepaskan sebuah rudal balistik yang melintas di Jepang, pada dini hari Selasa.
 
Rudal tersebut terbang di atas pulau utama Hokkaido utara Jepang sebelum pecah tiga bagian dan mendarat di Pasifik, sekitar 1.180 kilometer (km) timur pulau itu.
 
Korut berjanji, pada awal bulan ini, untuk melakukan balas dendam 'seribu kali lipat' terhadap Amerika Serikat (AS) selepas PBB memberlakukan sanksi baru terhadap rezim tersebut dalam menanggapi uji rudal balistik antarbenua, baru-baru ini.
 
Presiden AS Donald Trump menanggapi ancaman tersebut dengan berjanji membalas lewat 'api dan kemarahan' jika Korut terus mengancam hendak menyerang Amerika Serikat. Rezim Korut kemudian menanggapi, bahwa Trump suka bertikai, dengan mengatakan pihaknya 'secara hati-hati memeriksa' sebuah rencana melakukan serangan rudal di wilayah Guam Pasifik AS.
 
Pekan lalu, Pyongyang memperingatkan Australia bahwa mendukung Trump adalah "tindakan bunuh diri yang mengundang bencana".
 
Para ahli mengatakan, pada Selasa, bahwa tes rudal terbaru mengenai Jepang mungkin merupakan demonstrasi misil yang bisa menyerang Guam. Namun Bishop tidak setuju penilaian tersebut. Ia katakan Korut tidak melanjutkan ancaman terhadap Guam, jadi ada indikasi bahwa mereka mendengarkan.
 
"Tanggapan mereka terkadang sulit untuk dinilai, dan tes rudal saat ini jelas merupakan pesan lain, namun ada pakar yang membaca pesan Korut dan saya yakin ini merupakan indikasi bahwa Korut akan siap untuk bernegosiasi," katanya.
 
Dia menambahkan, China juga memainkan perannya dalam menegakkan sanksi Dewan Keamanan yang baru-baru ini diberlakukan.
 
"China adalah bagian dari resolusi Dewan Keamanan PBB yang bulat, yang memberlakukan sanksi paling keras dan paling komprehensif terhadap Korut sebelumnya dan China telah memastikan bahwa pihaknya akan sepenuhnya menerapkan larangan batubara, timbal, bijih besi, dan makanan laut Korut," tuturnya.
 
 
"China adalah tujuan besar, sasaran penting, untuk ekspor Korut, dan menjadi destinasi utama pekerja migran Korut," imbuhnya.
 
"China telah mengkonfirmasi tidak akan mengeluarkan visa kerja baru bagi pekerja Korut. Itu akan memiliki dampak ekonomi yang signifikan terhadap Korut dan itulah yang ingin kita lakukan," ucapnya.
 
Bishop mengatakan bahwa dia tidak yakin Australia memerlukan sistem pertahanan rudal yang serupa dengan Korse. Namun pihak berwenang selalu "menilai kembali situasi keamanan dan pertahanan kita".
 
"Pelindung pertahanan rudal tidak sesuai untuk Australia," katanya. "Ini dirancang demi melindungi Korsel dari tindakan agresif Korut. Jika Anda pernah ke Seoul, Anda tahu seberapa dekat Korut dan Korsel.
 
"Ukuran Australia, seluas benua. Pelindung rudal Thaad, saya sudah disarankan, tidak akan sesuai," pungkasnya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan