Sejumlah korban selamat mengaku bersembunyi di pertokoan setelah mendengar suara "ledakan dahsyat" di Parachinar, ibu kota dari distrik Kurram.
Serangan terjadi setelah gelombang aksi kekerasan yang menewaskan total 130 orang di Pakistan pada Februari. Serangan terbaru diklaim kelompok militan Taliban.
"Saya mendengar suara keras dan orang-orang berteriak," kata Muhammad Ali, seorang warga lokal yang berada di dalam toko saat ledakan terjadi, kepada AFP, Jumat 31 Maret 2017.
"Kami menutup pintu toko karena takut akan ada ledakan kedua. Kami sempat mendengar suara tembakan senjata api dan teriakan orang-orang, jadi kami memutuskan keluar," sambung dia.
Keluar dari toko, Ali melihat pemandangan mengerikan. Sejumlah orang tergeletak di jalanan, ada beberapa yang langsung dilarikan ke rumah sakit dengan menggunakan kendaraan apapun yang ada di sana.
"Ada 22 jasad di rumah sakit ini, dan 57 korban luka, termasuk wanita dan anak-anak," tutur Moeen Begum, seorang dokter bedah di rumah sakit pemerintah Pakistan.
Shahid Ali Khan, seorang pejabat lokal, mengonfirmasi ledakan berasal dari sebuah mobil.
Perdana Menteri Nawaz Sharif mengutuk serangan tersebut, dan mengatakan bahwa merupakan suatu "tugas" penting untuk "menghancurkan" terorisme di Pakistan.
Pernyataan Sharif disambut kemarahan beberapa petinggi Syiah, yang menuding pasukan pemerintah gagal menjalankan tugasnya. Ali dan beberapa sakis mata mengaku melihat pasukan pemerintah menembaki beberapa pendemo yang mengecam pemerintah.
"Teroris dapat melintasi beberapa pemeriksaan dan melancarkan serangan tentu kami mempertanyakan apa tugas dari institusi keamanan," ungkap Allama Raja Nasir Abbas, kepala organisasi politik Syiah di Islamabad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News