"Kalau masalah reformasi PBB, itu kan suatu proses yang telah dilakukan, Indonesia dan hampir seluruh negara merasakan perlunya adanya reformasi di PBB. Baik itu dalam konteks Dewan Keamanan PBB, maupun dalam keseluruhan untuk buat PBB lebih efisien, lebih efektif," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri di Gedung Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (22/4/2015)
"(Pidato) itu bukanlah suatu hal yang menentang. Tapi itu bentuk dukungan dari negara-negara anggota PBB itu sendiri," jelasnya.
Sekali lagi Arrmanatha menegaskan bahwa pidato yang disampaikan Jokowi bukan masalah keras atau tidak keras. Namun pada dasarnya posisi Indonesia memang mendukung reformasi di tubuh PBB.
Menurut pria yang biasa dipanggil Tata ini, sudah sejak 2000, suara untuk mereformasi PBB sudah lantang terdengar. Dorongan untuk reformasi Bank Dunia, IMF ataupun ADB, sudah berlangsung sejak 2008. Dorongan reformasi itu masih bergulir, tetapi hal tersebut belum cukup.
"Reformasinya bisa dalam berbagai bentuk, mulai dari sistem voting ataupun hak voting para negara anggota. Ini yang mendorong agar proses reformasi itu dilakukan lebih cepat," tutur Tata.
"Dewan Keamanan PBB itu bagian dari sistem reformasi yang diinginkan juga seperti yang selalu disampaikan negara anggota tetap DK PBB. Afrika belum terwakili sedangkan, Afrika itu sudah sekian banyak persen dari penduduk dunia," menurut Tata.
Mengenai niatan Indonesia untuk mengajukan diri sebagai anggota DK PBB, Arrmanatha melihatnya bahwa Asia baru terwakili oleh Tiongkok dalam DK PBB. Namun melihat Asia saat ini dianggap sebagai mesin pertumbuhan, dan hanya ada satu negara Asia di DK PBB, reformasi masih itu dianggap wajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News