"Sebaliknya, diskriminasi dan pelanggaran HAM merupakan ancaman bagi pembangunan, perdamaian dan keamanan," kata Zeid dalam pembukaan Jakarta International Conversation on Human Rights, di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin 5 Februari 2018.
Zeid menuturkan kesetaraan HAM dan perlindungan hak-hak dasar sudah tertuang dalam Deklarasi Universal tentang HAM. Sebanyak 30 pasal dalam deklarasi tersebut dimaksudkan untuk diterapkan dalam kehidupan.
"Apa yang meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah menghormati semua hak mereka. Saya ingin menekankan hal ini, penghormatan terhadap HAM, termasuk bagi minoritas. Tidak merusak keamanan," terangnya.
"Negara-negara yang menghargai HAM lebih tahan banting. Mereka lebih mampu menahan guncangan, karena mereka adil dan mendorong kesempatan yang sama bagi semua orang," imbuh dia.
Dia menyatakan dua perancang Deklarasi Universal tentang HAM berasal dari Asia. Mereka adalah aktivis kemerdekaan India dan feminis, Hansa Mehta, serta penulis asal Tiongkok, Peng-Chun Chang.
Hansa dengan tegas mengatakan perempuan setara dalam hal hak dan martabat dengan laki-laki.
"Memang dorongan asli untuk menyusun Deklarasi Universal berasal dari gerakan anti-imperialis, anti-rasis di negara-negara selatan dunia," serunya.
Zeid mengungkapkan dorongan asli berasal dari Amerika Latin, yang pernah dilanda praktik perbudakan, kolonialisme dan dominasi kekuatan asing di masa lalu. Sejarah kelam tersebut mendorong ditegakkannya penghormatan terhadap HAM.
Baca: KT HAM Sebut Kekerasan Paling Brutal Terjadi di Rakhine
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News