Menurut Nostalgiawan Wahyudi, pengamat dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), keputusan Indonesia ini sudah benar. Pasalnya, jika Indonesia terlihat condong ke satu negara, konsekuensinya bisa berakhir buruk.
"Kalau Indonesia salah langkah, malah nanti jadi ikut terseret. Jadi saya sarankan jangan salah langkah dan terus mengedepankan dialog untuk konflik ini," kata Nostalgiawan ketika ditemui di Gedung LIPI, Jakarta, Senin 19 Juni 2017.
Pasalnya, ungkap dia, Indonesia memang memiliki hubungan yang sangat baik dengan negara-negara Teluk, termasuk Qatar.
"Ada kepentingan yang lebih luas dibanding ikut-ikutan konflik ini, yaitu kerja sama ekonomi dengan negara-negara yang sedang berkonflik tersebut," tutur dia.
Posisi Indonesia yang netral ini dianggap sudah tepat. Bahkan, belum lama ini, Utusan Khusus Uni Emirat Arab mengunjungi Indonesia dan bertemu dengan Menlu Retno Marsudi untuk mengapresiasi posisi Indonesia serta menyampaikan pesan dari Uni Emirat Arab.
Pada 5 Juni 2017, Arab Saudi tiba-tiba mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Qatar. Langkah ini diikuti oleh Uni Emirat Arab dan Bahrain, sebagai sekutu paling solid dari Arab Saudi.
Pemutusan hubungan diplomatik ini didasari tuduhan Arab Saudi bahwa Qatar mendukung organisasi Ikhwanul Muslimin dan lebih condong ke Iran.
Namun, Nostalgiawan menambahkan, di samping itu Qatar juga masih mempunyai masalah perbatasan dengan Arab Saudi dan beberapa pulau sengketa dengan Bahrain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News