"Dikaitkan dengan perang dagang, secara jangka pendek Vietnam sudah diuntungkan. Bahkan sebelum perang dagang, karena memang faktor Tiongkok, di mana cost of productionnya itu makin meningkat," ucap Dubes Ibnu kepada awak media dalam video conference di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis, 1 Agustus 2019.
Dia menambahkan biaya tenaga kerja dan lainnya semakin meningkat dengan adanya perang dagang. Ini menyebabkan keuntungan di dalam negeri Vietnam.
Keuntungan lainnya, kata Dubes Ibnu, adalah dengan dilakukannya perluasan penanaman modal asing (PMA) di luar Tiongkok. Dan salah satu yang terdekat adalah Vietnam.
"Aliran PMA sudah terjadi sebelum perang dagang, namun dengan perang dagang kini makin terlihat," jelasnya.
Banyaknya investasi asing yang masuk ke Vietnam diikuti beberapa faktor. Salah satu faktor utamanya, beber Dubes Ibnu, adalah upah buruh secara rata-rata lebih murah.
Selain itu, perizinan yang tidak rumit, infrastruktur yang memadai, serta tak ada kesenjangan yang sangat mencolok, menjadikan investor asing melirik Vietnam. "Secara infastruktur, Vietnam kondusif sistemnya. Sementara dari ongkos produksi, di Vietnam biayanya sangat kompetitif," pungkasnya.
Karenanya tak heran jika total perdagangan Vietnam dalam enam bulan pertama 2019 bisa melampaui Singapura. Hingga Juni 2019, total perdagangan internasional Vietnam mencapai USD243,47 miliar atau sekitar Rp3.438 triliun.
Penyebab pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat di Vietnam adalah karena mereka agresif dan didorong oleh perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan berbagai negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News