Berbicara di acara Seminar bertemakan "Penduduk Rentan Dalam Situasi Bencana" yang diselenggarakan Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Population Fund – UNFPA) untuk memperingati Hari Kependudukan Dunia 2015, Senin (6/7/2015), Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan pemerintah Indonesia berkomitmen melindungi kelompok penduduk rentan.
Terinspirasi oleh hari dimana penduduk dunia diperkirakan mencapai lima miliar pada 11 Juli 1987, Hari Kependudukan Dunia yang diperingati tiap tahun ini bertujuan menyoroti permasalahan global terkait kependudukan. Dalam memperingati Hari Kependudukan Dunia tahun ini, UNFPA mengangkat salah satu topik yang berkaitan erat dengan permasalahan di Indonesia, yaitu "Melindungi Penduduk Rentan Dalam Situasi Bencana."
Berdasarkan data resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 1.559 bencana di Indonesia pada 2014 yang menelan 490 korban jiwa dan mempengaruhi kehidupan dua juta orang lainnya. Ribuan orang mengungsi dan banyak dari mereka kehilangan keluarga, rumah, dan harta benda.
Tingkat kerentanan perempuan, anak perempuan dan remaja meningkat dalam situasi bencana. Pada situasi tersebut, perempuan dan anak perempuan menghadapi risiko yang lebih besar terhadap eksploitasi, pelecehan seksual, kekerasan, kawin paksa, penyakit yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, dan kematian akibat kurangnya perlindungan dan tidak adanya pengiriman bantuan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Lebih dari 50 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat adanya konflik dan bencana alam di dunia. Tiga per empat dari total angka tersebut adalah kelompok perempuan, anak perempuan dan remaja. Hal ini menjadikan mereka sebagai kelompok penduduk yang paling rentan dalam situasi bencana.
"Ketika krisis terjadi, bantuan kemanusiaan harus cepat dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang menjadi korban. Di samping itu, perempuan dan remaja memerlukan bantuan khusus, dan bantuan tersebut harus dilakukan sejak awal terjadinya bencana sampai masa pemulihan," jelas Dr. Babatunde Osotimehin, Direktur Eksekutif UNFPA.
Dalam acara ini Mensos Khofifah memberikan pidato utama, sementara sambutan diberikan masing-masing Kepala Perwakilan UNFPA Indonesia, Mr. Jose Ferraris, Koordinator PBB di Indonesia, Mr. Douglas Broderick, Kepala BKKBN Dr. Surya Chandra Surapaty dan Kepala BNPB Dr. Syamsul Maarif.
Data di Indonesia menunjukkan dalam situasi bencana, diperkirakan 25 persen dari penduduk yang terkena bencana adalah perempuan pada usia subur. Sementara diperkirakan sekitar empat persen dari penduduk perempuan berusia subur tersebut sedang hamil, dan 15-20 persen di antaranya mengalami komplikasi kehamilan.
"Dengan statistik tersebut diperkirakan selalu ada perempuan yang hamil dan melahirkan pada saat terjadinya bencana," ucap Jose. UNFPA telah berkomitmen mempromosikan hak-hak reproduksi, termasuk memastikan layanan kesehatan reproduksi tersedia di saat terjadinya bencana.
Sejak tahun 2007, UNFPA Indonesia telah menerapkan kesehatan reproduksi dalam program kemanusiaan yang disebut Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM). Program tersebut juga telah diterapkan Pemerintah Indonesia untuk membantu mengurangi risiko terkait layanan kesehatan reproduksi pada saat krisis kemanusiaan dan masa tanggap darurat.
Pada kesempatan sama, Dr. Surya Chandra, kepala BKKBN yang baru terpilih, menekankan "prioritas BKKBN adalah memastikan pelayanan KB selalu tersedia, di segala situasi, termasuk dalam situasi bencana."
Dalam seminar ini terdapat juga diskusi panel dengan narasumber dari BNPB, Ikatan Bidan Indonesia, dan Yayasan Rifka Anisa Yogyakarta, serta perwakilan anak muda, dengan moderator dari UNFPA. Presentasi mereka difokuskan kepada beberapa topik terkait isu mengenai penduduk yang terkena dampak bencana, kebutuhan dan tantangan dalam kesehatan reproduksi, pencegahan kekerasan berbasis gender dan peran remaja dalam situasi bencana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News