Pernyataan ini ia tegaskan saat Paus Fransiskus berkunjung ke Myanmar dan bertemu dengan dirinya juga pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
"Myanmar tidak ada diskriminasi agama sama sekali. Demikian pula militer kami, bertindak demi perdamaian dan stabilitas negara," kata Jenderal Min, dikutip dari AFP, Selasa 28 November 2017.
"Tidak ada juga yang disebut diskriminasi antara kelompok dan pembersihan etnis di negara ini," lanjut dia.
Tatmadaw, sebutan tentara Myanmar, telah dituduh oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Barat, terutama Amerika Serikat, telah melakuka pembersihan etnis, terutama Rohingya.
Bentrokan pada 25 Agustus kemarin lah yang membuat eksodus pengungsi Rohingya dan yang lainnya meningkat ke perbatasan Bangladesh.
Jenderal Min juga membantah bahwa tentara Myanmar melakukan pemerkosaan, pembunuhan dan pembakaran di Rakhine State.
Rohingya, yang memang saat ini hidup tanpa kewarganegaraan, seakan hidup berjalan tanpa arah. Mereka ditolak oleh Bangladesh dan Myanmar.
Kendati demikian, Myanmar menganggap Rohinga adalah imigran gelap Bengali. Begitulah sebutan Myanmar untuk Rohingya.
Paus Fransiskus yang sedang mengunjungi Myanmar, menyebarkan psan damai di mana ia telah berkali-kali berbicara soal Rohingya dan kekerasan di Rakhine harus dihentikan. Dia juga membela para etnis Rohingya yang disebut 'saudara-saudari'.
Paus dilarang mengucapkan kata 'Rohingya' selama berada di Myanmar. Jika dia menyebut kata itu, berisiko memprovokasi kemarahan kaum nasionalis Buddhis.
Usai mengunjungi Aung San Suu Kyi, Paus Fransiskus dijadwalkan untuk ke Bangladesh, melihat para pengungsi Rakhine di kemah pengungsian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News