"Saat ini kami umumkan penghentian semua operasi tempur di Marawi," ujar Lorenzana di pertemuan regional di Clark, utara Filipina.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Senin 23 Oktober 2017, Delfin menuturkan selama lima bulan bertempur, lebih dari 1.000 nyawa melayang.
Pada pertengahan bulan ini, pasukan Filipina mengebom beberapa posisi militan yang bertahan selama kurang lebih empat bulan di kota Marawi.
Tiga anak dari komandan tertinggi kelompok militan Maute yang bercokol di Filipina Selatan, Isnilon Hapilon, dikabarkan menjadi militan juga di Marawi.
Salah satu komandan militer Filipina, Letnan Jenderal Carlito Galvez mengatakan, tiga anak Hapilon termasuk dalam 20 militan yang tinggal di daerah kecil tepi danau. Daerah ini masuk dalam incaran militer Filipina.

Kematian Isnilon dan Maute
Isnilon dan Omar Maute dikabarkan tewas dibunuh pekan lalu. Mahmud Ahmad dari Malaysia, yang diduga mendanai para militan ini, juga dikabarkan tewas.
Kementerian Pertahanan Filipina menegaskan, tes forensik oleh Biro Investigasi Federal Amerika Serikat telah mengonfirmasi bahwa jasad yang ditemukan di Marawi tersebut adalah Hapilon.
Hapilon dan Maute memimpin penyerbuan Marawi pada Mei lalu dan memaksa ratusan penduduknya melarikan diri.
Status darurat pun diberlakukan Presiden Rodrigo Duterte selama dua bulan penuh.
Sementara itu, salah satu jenderal tertinggi di militer Filipina menyebutkan saat ini mereka sedang mencari seorang militan kelompok Maute yang bersembunyi di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News