Sungai Naf merupakan jalur pengungsian paling padat. Para pengungsi nekat berjalan kali menyeberangi kanal-kanal sungai yang dangkal. Foto: AFP Photo/Jashim Mahmud/Munir Uz Zaman
Sungai Naf merupakan jalur pengungsian paling padat. Para pengungsi nekat berjalan kali menyeberangi kanal-kanal sungai yang dangkal. Foto: AFP Photo/Jashim Mahmud/Munir Uz Zaman

Shah Porir Dwip, Tanah Harapan Etnis Rohingya

Marcheilla Ariesta • 19 Oktober 2017 21:20
medcom.id, Cox's Bazar: Kekerasan yang terjadi di Rakhine, Myanmar menjadi perhatian miliaran umat manusia di dunia, tak terkecuali Indonesia. Tim bantuan kemanusiaan dari Indonesia, Aksi Cepat Tanggap (ACT) menceritakan bagaimana pilunya nasib para etnis Rohingya.
 
Lari dari kekerasan yang terjadi di tanah air, wajah-wajah mereka menggambarkan nasib tragis yang mereka cicipi.
 
"Dimana letak kemanusiaan ketika ada seorang ibu rela berjalan kaki dan menumpang perahu dengan lama perjalanan hingga tujuh hari?" ungkap ACT dalam keterangan mereka yang diterima Metrotvnews.com, Kamis 19 Oktober 2017.

Tim ACT menuturkan mereka melaporkan hal tersebut dari Shah Porir Dwip, yang disebut sebagai tanah pengharapan bagi warga Rakhine etnis Rohingya. Wilayah ini terletak di titik perbatasan antara Bangladesh dengan Myanmar.
 
Shah Porir Dwip, secara geografis berada di paling selatan dari Bangladesh. Gerbang perbatasan ini merupakan area paling dekat dengan Maungdaw, tempat konflik terjadi.
 
Akhir pekan lalu, tepatnya Minggu 15 Oktober 2017, ACT berkesempatan melihat secara langsung perjuangan para warga Rakhine untuk mencapai wilayah Shah Porir Dwip. Diceritakan dalam keterangannya, keadaan di sana sangat menyiksa hati dan nurani.
 
"Seorang ibu yang tak ingin disebut namanya, baru saja tiba di kamp terdekat dari zero line. Sehari yang lalu, ia baru saja tiba di kamp ini. Perjalanan panjang lebih dari 7 hari ditempuh setelah terusir dari kampung. Satu hal yang membuat miris, bayi si ibu ini masih sangat-sangat rapuh, merah, belum diberi nama sama sekali," cerita mereka.
 
Ayah dari bayi malang ini tak diketahui lagi nasibnya sampai hari ini. Kemungkinan besar, sudah diburu oleh militer Myanmar. Ada pula cerita tentang seorang bocah lelaki Rohingya yang kami temui masih di wilayah Shah Porir Dwip.
 
Bocah ini malu-malu ketika ditanya siapa namanya. Namun, tim merasa ada satu hal yang membuat bocah Rohingya ini berbeda, yaitu iris matanya yang indah.
 
Dikisahkan iris matanya merupakan salah satu warna iris paling langka di dunia. "Dari matanya yang bersinar, seperti tak pernah ada gambaran pilu yang dirasakan," ungkap mereka.
 
Padahal kampung, rumah, bahkan keluarganya di Rakhine State tak pernah diketahui lagi bagaimana nasibnya. Namun bagi mereka, tanah Shah Porir Dwip kini menjadi harapan baru, meski masalah tentang nasib orang-orang Rohingya tak pernah ada yang bisa menjamin bakal menjadi seperti apa.
 
Sementara itu, jumlah pengungsi makin hari makin membludak. Ribuan jiwa terus berdatangan meminta perlindungan ke Bangladesh setiap harinya.
 
Lembaga bantuan kemanusiaan Indonesia ini masih akan terus berada di Distrik Cox's Bazar. Tak hanya aksi jangka pendek, bantuan jangka panjang juga sedang dipersiapkan mereka.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan