Korut dalam situasi risiko kelaparan tinggi. Foto: AFP
Korut dalam situasi risiko kelaparan tinggi. Foto: AFP

Risiko Kelaparan Tinggi, Pakar PBB Serukan Sanksi Korut Dilonggarkan

Medcom • 08 Oktober 2021 14:59
Jenewa: Penyelidik Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Republik Rakyat Demokratik Korea (RRDK) atau nama resmi dari Korea Utara, Tomas Ojea Quintana menegaskan, penjatuhan sanksi terhadap Korea Utara (Korut) terkait program nuklir harus dilonggarkan.
 
Dilansir dari Channel News Asia, Jumat, 8 Oktober 2021, Ojea menjelaskan, Korut menjadi negara yang paling rentan akan terjadinya risiko kelaparan. Terlebih setelah semakin terjerumus dalam masa isolasi pandemi covid-19.
 
“Situasi kemanusiaan yang memburuk dapat berubah menjadi krisis dan itu bertepatan dengan ‘apatis’ global tentang penderitaan rakyat Korea Utara,” kata Ojea dalam laporan akhir kepada PBB.

Ojea menilai, sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Keamanan PBB harus ditinjau kembali, bahkan dikurangi guna memfasilitasi bantuan kemanusiaan dan penyelamatan jiwa. “Tentunya juga untuk memungkinkan promosi hak atas standar hidup yang layak dari warga negara biasa,” jelasnya.
 
Namun, pada Juni lalu, Pemimpin Korut, Kim Jong-un menerangkan, situasi pangan “kritis” dikarenakan bencana alam tahun lalu. Ia menambahkan, para warga telah menghadapi pengorbanan selama pandemi.
 
Pada April lalu, seorang pejabat Korut pun menyatakan, laporan PBB tentang kekurangan gizi anak merupakan "kebohongan belaka”. Bahkan, mandat, kerja sama, atau pun misi dengan Ojea di Jenewa diketahui tidak diakui oleh Korut.
 
Tetapi, Ojea mengatakan, terdapat banyak dari warga Korut yang mengandalkan kegiatan komersial di sepanjang perbatasan dengan Tiongkok kehilangan pendapatan mereka. Hal ini diperparah oleh dampak dari pemberian sanksi oleh PBB.
 
Ojea menekankan, warga Korut tidak seharusnya memilih antara takut akan kelaparan dan takut akan wabah penyakit menular ini. ”Akses masyarakat terhadap makanan adalah masalah serius, anak-anak dan orang tua yang paling rentan berisiko kelaparan," ujarnya.
 
Hingga kini, kekurangan obat-obatan dan pasokan medis lain disebut tengah melanda warga Korut. Harga yang telah meningkat beberapa kali lipat berdampak pada berhentinya distribusi medis dari Tiongkok. 
 
“Kemajuan dalam vaksinasi, kesehatan perempuan dan anak-anak, serta air dan sanitasi terkikis. Situasi kemanusiaan yang memburuk saat ini bisa berubah menjadi krisis dan harus dihindari," tutur Ojea.
 
Sebagian besar diplomat dan para pekerja bantuan juga dilaporkan telah meninggalkan negara ini di tengah pembatasan perjalanan yang ketat. Korut juga dikabarkan kekurangan sejumlah kebutuhan penting, dan fasilitas kesehatan lain. (Nadia Ayu Soraya)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan