“Kantong plastik, pembungkus makanan, dan bahan-bahan non-cerna lainnya banyak ditemukan di perut dan jalur pencernaan gajah yang mati. Sisa isi perutnya hanya air, bahkan makanan normal tidak (terlihat) jelas,” ungkap dokter hewan setempat, Nihal Pushpakumara, dalam tayangan Metro Siang di Metro TV, Minggu, 30 Januari 2022.
Tak cuma plastik, Nihal menuturkan hewan bergading yang kelaparan itu juga kerap memakan benda tajam. Alhasil, organ pencernaan mereka tergores dan berimbas pada rusaknya sistem pencernaan.
“Racun bisa masuk melalui luka kecil di sistem pencernaan, kemudian menyebabkan infeksi. Ini yang membuat hewan berhenti makan sehingga menjadi terlalu lemah,” sambung Nihal.
Gajah menyambangi tempat pembuangan sampah akibat hilangnya habitat asli mereka. Degradasi habitat ini juga tak jarang membuat gajah menjelajah lebih dekat ke pemukiman warga untuk mencari makan.
Ironisnya, hewan tersebut justru dibunuh oleh pemburu liar atau petani yang marah karena tanamannya dirusak. Banyak pula warga yang menggunakan petasan untuk mengusir gajah. Bahkan, beberapa di antaranya ada yang sampai memasang pagar listrik di sekitar rumahnya.
Pemerintah setempat mengumumkan bahwa mereka akan mendaur ulang sampah di dekat zona satwa liar. Pagar listrik juga akan didirikan di sekitar lokasi. Sayangnya, rencana yang sudah diungkapkan sejak 2017 itu belum sepenuhnya teralisasi.
Fenomena ini menjadi ironi karena gajah merupakan hewan yang dihormati di Sri Lanka. Berdasarkan data sensus, jumlah hewan bergading itu terus berkurang dan terancam punah.
Dari yang semula berjumlah 14.000 ekor pada abad ke-19, kini menyusut drastis menjadi 6.000 ekor per tahun 2011. (Nurisma Rahmatika)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News