Deretan angkutan umum di Sri Lanka yang tidak beroperasi karena krisis ekonomi. Foto: AFP
Deretan angkutan umum di Sri Lanka yang tidak beroperasi karena krisis ekonomi. Foto: AFP

Sri Lanka Bangkrut, Izinkan Perempuan Bekerja di Luar Negeri saat Sekolah Ditutup

Fajar Nugraha • 21 Juni 2022 18:07
Kolombo: Sri Lanka yang dilanda krisis pada Selasa mengurangi batas usia minimun menjadi 21 tahun bagi perempuan yang ingin pergi ke luar negeri untuk bekerja dan mendapatkan dolar yang sangat dibutuhkan negara.
 
Kolombo memberlakukan batasan usia pada wanita yang bekerja di luar negeri pada tahun 2013 setelah pengasuh Sri Lanka berusia 17 tahun dipenggal di Arab Saudi atas kematian seorang anak dalam pengawasannya.
 
Menyusul kemarahan atas eksekusi tersebut, hanya wanita berusia di atas 23 tahun yang diizinkan pergi ke luar negeri. Sedangkan untuk Arab Saudi usia minimum ditetapkan pada 25 tahun.

Baca: Antrean BBM Ricuh, Pasukan Sri Lanka Lepaskan Tembakan.
 
Tetapi dengan Sri Lanka dalam krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan, pemerintah pada Selasa melonggarkan aturan, termasuk untuk Arab Saudi.
 
"Kabinet menteri menyetujui keputusan untuk menurunkan usia minimum menjadi 21 tahun untuk semua negara mengingat kebutuhan meningkatkan kesempatan kerja asing," kata Juru Bicara Pemerintah Bandula Gunawardana kepada wartawan, seperti dikutip AFP, Selasa 21 Juni 2022.
 
Pengiriman uang dari Sri Lanka yang bekerja di luar negeri telah lama menjadi sumber utama devisa negara, menghasilkan sekitar USD7 miliar per tahun.
 
Jumlah ini turun selama pandemi virus korona menjadi USD5,4 miliar pada tahun 2021 dan diperkirakan turun di bawah USD3,5 miliar tahun ini karena krisis ekonomi.
 
Lebih dari 1,6 juta orang dari negara berpenduduk 22 juta itu bekerja di luar negeri, terutama di Timur Tengah.
 
Cadangan mata uang asing negara Asia Selatan sangat rendah sehingga pemerintah telah membatasi impor bahkan untuk kebutuhan pokok termasuk makanan, bahan bakar dan obat-obatan.

Shutdown dan sekolah tutup

Selain itu Sri Lanka menutup sekolah dan menghentikan layanan pemerintah yang tidak penting pada Senin 20 Juni. Langkah ini diambil untuk memulai penutupan dua minggu untuk menghemat cadangan bahan bakar yang cepat habis ketika IMF membuka pembicaraan dengan Kolombo tentang kemungkinan bailout.
 
Negara berpenduduk 22 juta orang itu berada dalam cengkeraman krisis ekonomi terburuknya setelah kehabisan devisa untuk membiayai impor yang paling penting sekalipun termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.
 
Baca: Makin Terpuruk, Stok BBM Sri Lanka Dilaporkan Hanya Tersisa untuk Lima Hari.
 
Sekolah-sekolah ditutup dan kantor-kantor negara bekerja dengan staf kerangka sebagai bagian dari rencana pemerintah untuk mengurangi perjalanan dan menghemat bensin dan solar yang berharga.
 
Negara itu menghadapi rekor inflasi tinggi dan pemadaman listrik yang berkepanjangan yang telah berkontribusi pada protes berbulan-bulan - terkadang disertai kekerasan. Kondisi tersebut juga mendesak Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk mundur.
 
Ribuan mahasiswa berbaris melalui jalan-jalan Kolombo pada Senin meneriakkan “Gota pergi” (merunut pada Gotabaya) mengacu pada presiden, yang mereka tuduh korupsi dan salah urus.
 
"Waktu bagi Gotabaya untuk bersujud dengan bermartabat sudah lama berlalu," kata pemimpin mahasiswa Wasantha Mudalige kepada wartawan.
 
"Sekarang kita harus mengusirnya,” tegasnya.
 
Polisi menangkap 21 aktivis mahasiswa yang memblokir semua gerbang ke gedung sekretariat presiden saat menyatakan Senin, ulang tahun ke-73 Rajapaksa, sebagai ‘hari berkabung’ bagi bangsa.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan