"Yaitu peningkatan respons ASEAN-Tiongkok terhadap pandemi, pemajuan kerja sama untuk pemulihan ekonomi keberlanjutan, serta perdamaian dan stabilitas di kawasan," kata Retno dalam jumpa pers virtual, Senin, 7 Juni 2021.
Untuk isu pertama, Retno mengatakan, pandemi masih jauh dari usai. Kesenjangan vaksin global, kata Retno, berisiko memperlama pandemi, termasuk di Asia Tenggara.
"Saat ini, 75 persen vaksin dinikmati oleh 10 negara, dan hanya 0,4 persen yang dinikmati oleh negara berpendapatan rendah. Sementara ASEAN, sejauh ini baru memvaksinasi 7,8 persen populasinya," tutur Retno.
Menurutnya, Tiongkok memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan kerja sama vaksin.
Di isu kedua, Retno mengatakan pandemi covid-19 menjadi momentum untuk meningkatkan kerja sama pembangunan dan ekonomi hijau yang berkelanjutan. Dalam kaitan ini, jelas Retno, ASEAN-China Year for Sustainable Development dapat menjadi katalis untuk kolaborasi di berbagai bidang.
"Seperti investasi dalam energi hijau, pembiayaan inovatif untuk infrastruktur hijau, pembiayaan untuk proyek ramah lingkungan, dan penelitian serta pengembangan bahan bakar nabati dan energi terbarukan," terangnya.
Baca juga: Menlu Malaysia Tak Jadi Ikut Pertemuan ASEAN-Tiongkok
Sementara untuk isu ketiga, Retno menyampaikan tiga hal utama yang mempengaruhi stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara, yakni masalah Myanmar, Indo-Pasifik, dan Laut China Selatan.
Ia menuturkan hasil pertemuan tersebut masih dinegosiasikan. "Jadi negosiasi mengenai hasil pertemuan masih berjalan, namun secara garis besar hasil pertemuan akan mencakup tiga isu utama," ucapnya.
Pertama, kerja sama ASEAN-Tiongkok dalam menanggulangi covid-19 dan kerja sama kesehatan secara umum, termasuk vaksin, pasokan medis, dan pemberian bantuan teknis. Kedua, upaya saling dukung dalam pemulihan ekonomi.
Ketiga, komitmen bersama untuk memulai kembali negosiasi teks Code of Conduct di Laut China Selatan yang selama setahun tertunda akibat pandemi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News