Presiden AS Joe Biden telah menyetujui lebih dari USD20 miliar (setara Rp311,3 triliun) dalam penjualan senjata ke Taiwan sejak 2017. Penjualan senjata dilakukan karena Tiongkok meningkatkan tekanan militer di pulau tersebut, yang diklaim Beijing sebagai wilayah mereka.
Tetapi Taiwan dan Kongres AS telah memperingatkan penundaan pengiriman karena kesulitan rantai pasokan dan simpanan yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan untuk beberapa sistem karena perang di Ukraina.
"(Pengiriman) itu tepat di awal proses," kata Rupert Hammond-Chambers, presiden Dewan Bisnis AS-Taiwan, dilansir dari Channel News Asia, Kamis, 20 Oktober 2022.
Ia tengah menghitung banyak kontraktor pertahanan AS sebagai anggota mengenai rencana tersebut.
Hammond-Chambers mengatakan, belum ditentukan senjata mana yang akan dianggap sebagai bagian dari upaya tersebut, meskipun kemungkinan berfokus pada penyediaan lebih banyak amunisi dan teknologi rudal yang sudah lama ada kepada Taiwan.
Namun, ia memperingatkan setiap langkah tersebut akan membutuhkan pembuat senjata agar mendapatkan lisensi produksi bersama dari Kementerian Luar Negeri dan Pertahanan. Ia menambahkan, mungkin ada penolakan di dalam pemerintah AS untuk mengeluarkan lisensi produksi bersama.
Baca juga: Tiongkok Tegaskan Kekuatan Militer Tetap Menjadi Opsi dalam Isu Taiwan
"Ini adalah bagian dari teka-teki, bukan pengubah permainan," kata Hammond-Chambers.
Kementerian Luar Negeri Taiwan menolak berkomentar, tetapi menegaskan kembali bahwa hubungan Taiwan-AS "dekat dan bersahabat".
Kemungkinan akan mencakup Amerika Serikat yang menyediakan teknologi untuk memproduksi senjata di Taiwan, atau memproduksi senjata di Amerika Serikat menggunakan suku cadang Taiwan.
"Amerika Serikat sedang mencari semua opsi untuk memastikan transfer cepat kemampuan pertahanan ke Taiwan," kata juru bicara Kemenlu AS.
"Penyediaan cepat persenjataan pertahanan Taiwan dan dukungan Amerika Serikat melalui Penjualan Militer Asing dan Penjualan Komersial Langsung sangat penting untuk keamanan Taiwan dan kami akan terus bekerja dengan industri untuk mendukung tujuan itu," sambungnya.
Berita ini pertama kali disiarkan oleh Nikkei Jepang setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kepada sebuah forum di Universitas Stanford. "Beijing bertekad untuk mengejar reunifikasi (dengan Taiwan) pada waktu yang jauh lebih cepat," kata Blinken.
Sementara itu, Presiden Tiongkok Xi Jinping menegaskan, negaranya tidak akan pernah melepaskan hak untuk menggunakan kekuatan atas Taiwan, tetapi akan berusaha untuk resolusi damai.
Sedangkan kantor kepresidenan Taiwan mengatakan minggu ini, pulau tidak akan mundur dari kedaulatannya dan tidak akan berkompromi dengan kebebasan dan demokrasi. "Tetapi pertemuan di medan perang bukanlah suatu pilihan," pungkas mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News