Dilansir dari AFP, Rabu, 27 Oktober 2021, sejak merebut kekuasaan pada Agustus lalu, Taliban telah memberlakukan pengecualian terhadap kaum perempuan dari pemerintahan sementara mereka. Selain itu, membatasi pekerjaan dan pendidikan, yang mengundang kecaman dari dunia luar.
Namun, keterwakilan kaum perempuan dinilai sedikit lebih baik di antara beberapa pemerintah dan kelompok bantuan dalam pertemuan mereka di ibu kota dengan penguasa baru Afghanistan, yang mencari pengakuan internasional.
“Perempuan senior dalam tim harus memimpin interaksi dengan Taliban. Jangan mengecualikan perempuan,” kata Kepala Komisi Hak Asasi Manusia Independen Afghanistan, Shaharzad Akbar, seperti dikutip AFP, Rabu 27 Oktober 2021.
Dalam sebuah unggahan Twitter yang ditujukan kepada “pemerintah dan lembaga bantuan”, Akbar meminta mereka untuk “TIDAK NORMALISASI penghapusan perempuan oleh Taliban”.
Heather Barr dari Human Rights Watch (HRW) pun disebut membuat daftar, di bawah tagar ‘sausageparty’, sejumlah foto yang diunggah oleh kelompok militan Taliban terkait pertemuan mereka dengan delegasi di Kabul.
“Negara-negara asing dan terutama organisasi bantuan harus memimpin dengan memberi contoh. Tidak seorang pun boleh membiarkan Taliban berpikir bahwa dunia khusus laki-laki seperti ini yang mereka ciptakan adalah normal,” ujar Barr.
Kelompok yang dipimpin oleh Hibatullah Akhundzada ini diketahui telah mengunggah lusinan foto di media sosial. Unggahan tersebut berhubungan dengan pertemuan tertutup mereka dengan kelompok perwakilan asing. Pertemuan yang tidak menunjukkan satupun kehadiran kaum perempuan.
Di antara banyaknya pertemuan, salah satunya yang disorot adalah antara utusan Inggris, Simon Gass dan Wakil Perdana Menteri Sementara Taliban, Abdul Ghani Baradar dan Abdul Salam Hanafi, duduk di sofa di sebuah ruangan mewah pada awal bulan ini.
Seorang pejabat mengatakan, hal tersebut adalah “kebetulan” bahwa utusan khusus dan kepala misi, keduanya merupakan kaum laki-laki.
Sementara itu, Pakistan, yang telah menasehati Taliban terkait cara mendapatkan dukungan internasional, juga mengunggah foto dan video kelompok laki-laki yang menemani menteri luar negeri dan kepala intelijen ke Kabul.
Fawzia Koofi, salah satu negosiator dalam pembicaraan damai yang gagal antara pemerintah Afghanistan saat itu dan Taliban tahun lalu di Doha pun menyuarakan kemarahannya.
“Sebagai pemimpin dunia, saat mereka berbicara tentang hak-hak perempuan, mereka juga perlu bertindak. Mereka perlu menunjukkan bahwa mereka mempercayainya, bahwa itu bukan hanya pernyataan politik,” jelas Koofi. (Nadia Ayu Soraya)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News