Laporan tahun itu, yang disusun oleh pengawas sanksi bernama "Panel of Experts," merupakan produk milik Dewan Keamanan PBB.
Tujuan dari laporan itu adalah menawarkan berbagai rekomendasi mengenai cara membuat Korea Utara bertanggung jawab atas sejumlah pelanggaran mereka terhadap rangkaian sanksi PBB sejak 2006.
Rangkaian sanksi PBB terhadap Korut didesain agar negara tersebut menghentikan program senjata nuklir dan misil balistik. Dilansir dari CBS News, Sabtu 18 April 2020, laporan tahunan PBB ini dijadwalkan dirilis pekan depan.
"Korut belum menghentikan program nuklir dan misil balistik, yang merupakan kelanjutan dari pelanggaran terhadap resolusi DK PBB. Korut juga terus mengembangkan infrastruktur dan kapasitas untuk program misil mereka," tulis laporan tersebut.
Dalam laporan disebutkan bahwa dua uji coba yang dilakukan Korut pada 7 dan 13 Desember tahun lalu bertujuan untuk "mengembangkan mesin peluncur bagi misil antarbenua."
Salah satu kesimpulan dalam laporan itu adalah, Korut sedang bergerak menuju fase baru dalam program misil balistik.
Selain soal senjata, Pyongyang juga disebut dalam laporan telah menerima pemasukan negara dari perdagangan gelap beberapa komoditas, terutama batu bara dan pasir. Perdagangan gelap diduga dilakukan Korut agar mereka tetap mendapat pemasukan di tengah sanksi ekonomi DK PBB dan juga Amerika Serikat.
AS dan Korut telah menggelar pertemuan mengenai wacana pelucutan program nuklir atau denuklirisasi di Semenanjung Korea. Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un bahkan telah tiga kali bertemu langsung. Namun hingga kini, diskusi denuklirisasi tersebut masih tersendat dan belum berlanjut kembali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News