Laporan di media pemerintah pada Kamis, 25 Januari 2024, muncul sehari setelah militer Korea Selatan mengatakan pihaknya mendeteksi Korea Utara menembakkan beberapa rudal jelajah ke perairan lepas pantai baratnya.
Namun, mereka tidak segera memberikan rincian lebih lanjut tentang jumlah rudal yang ditembakkan atau karakteristik penerbangannya.
Kantor Berita Pusat resmi Korea Utara, KCNA mengatakan, rudal Pulhwasal-3-31 masih dalam tahap pengembangan dan peluncuran tersebut tidak menimbulkan ancaman bagi negara tetangga.
Mereka menggambarkan rudal tersebut sebagai rudal “strategis,” yang menyiratkan niat untuk mempersenjatai mereka dengan senjata nuklir.
Lee Sung-joon, juru bicara Kepala Staf Gabungan Korea Selatan mengatakan, rudal tersebut terbang dengan jarak yang lebih pendek dibandingkan peluncuran rudal jelajah Korea Utara sebelumnya. Hal ini menunjukkan Korea Utara sedang berusaha meningkatkan kinerja sistem yang ada.
Meningkatnya hubungan dengan Moskow
Peluncuran rudal jelajah tersebut merupakan peluncuran kedua yang dilakukan Korea Utara pada tahun ini. Sebelumnya, uji coba rudal balistik jarak menengah berbahan bakar padat pertama di negara tersebut dilakukan pada 14 Januari.
Uji coba ini mencerminkan upaya Korea Utara untuk memajukan jajaran senjata yang menargetkan pangkalan militer AS di 2017.
Yang Uk, seorang analis di Asan Institute for Policy Studies di Seoul mengatakan, Korea Utara sedang mencoba untuk menyoroti diversifikasi persenjataan senjata berkemampuan nuklirnya untuk meningkatkan tekanan terhadap saingannya.
“Namun peluncuran sistem senjata anyar baru-baru ini terjadi di tengah melambatnya uji coba rudal balistik jarak pendek, yang dapat mengindikasikan kekurangan persediaan karena Korea Utara terus melakukan transfer senjata ke Rusia,” kata Yang, dikutip dari TRT World.
Para pejabat AS dan Korea Selatan menuduh Korea Utara menyediakan peluru artileri, rudal, dan pasokan lainnya ke Rusia untuk perang mereka di Ukraina, kemungkinan sebagai imbalan atas bantuan ekonomi dan teknologi militer.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, yang melakukan perjalanan ke pusat peluncuran luar angkasa Rusia pada bulan September untuk menghadiri pertemuan puncak dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, telah mengambil langkah agresif untuk memperkuat hubungan dengan Moskow ketika ia mencoba keluar dari isolasi dan bergabung dalam ‘front persatuan’ melawan Washington.
Sementara itu, baik Pyongyang maupun Moskow membantah bahwa Korea Utara mengirim senjata ke Rusia.
Baca juga: Intelijen Korsel Sebut Korut Kembangkan AI, Bahayakah?
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News