Parlemen Korea Selatan melakukan pemungutan suara pemakzulan Presiden Yoon Suk-yeol pada Sabtu, 14 Desember 2024. (AFP)
Parlemen Korea Selatan melakukan pemungutan suara pemakzulan Presiden Yoon Suk-yeol pada Sabtu, 14 Desember 2024. (AFP)

Presiden Yoon Suk Yeol Dimakzulkan, Korea Selatan Catat Sejarah Baru

M Rodhi Aulia • 14 Desember 2024 15:40
Seoul: Majelis Nasional Korea Selatan pada Sabtu 14 Desember 2024 resmi memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol atas kegagalannya dalam menangani situasi darurat militer yang sempat diumumkan pada awal bulan ini. 
 
Pemakzulan ini membutuhkan minimal 200 dari 300 kursi parlemen setempat. Oposisi menguasai 192 kursi dan mendapatkan dukungan dari partai non-oposisi sehingga mencapai bahkan melewati batas minimal pemakzulan.
 
Dalam pemungutan suara kedua, usulan pemakzulan disetujui dengan perolehan suara 204 mendukung, 85 menolak, tiga abstain, dan delapan surat suara dinyatakan tidak sah.

"Usulan pemakzulan terhadap Yoon disahkan dengan perolehan suara 204-85, dengan tiga abstain dan delapan surat suara tidak sah," demikian dikutip dari laporan Yonhap, Sabtu 14 Desember 2024.
 
Baca juga: Presiden Korsel Mengaku tak Paham Saat Dituduh Makar
 
Pemakzulan ini menjadi babak baru dalam sejarah politik Korea Selatan, menjadikan Yoon presiden kedua yang dimakzulkan setelah Park Geun-hye pada tahun 2017. Dengan mayoritas dua pertiga suara yang diperlukan untuk meloloskan usulan tersebut, blok oposisi yang terdiri dari 192 anggota parlemen mendapat dukungan tambahan dari beberapa anggota Partai Kekuatan Rakyat (PPP), partai yang mendukung Yoon.
 
Langkah ini diambil setelah kritik keras terhadap keputusan Yoon yang pada 3 Desember lalu mengumumkan darurat militer yang hanya berlangsung selama enam jam sebelum dibatalkan. 
 
Presiden dituding telah melanggar Konstitusi dan hukum lainnya, termasuk memerintahkan penangkapan anggota parlemen saat darurat militer diberlakukan. Kini, keputusan akhir mengenai nasib Presiden Yoon berada di tangan Mahkamah Konstitusi, yang akan menentukan apakah ia akan diberhentikan secara permanen atau dipulihkan ke jabatannya.

Unjuk Rasa Nasional, Rakyat Terbelah

Pemakzulan Presiden Yoon memicu gelombang aksi unjuk rasa besar-besaran di seluruh negeri. Di Seoul, lebih dari 145.000 orang—berdasarkan data polisi—memadati area di sekitar Majelis Nasional untuk menuntut pengunduran diri Yoon. 
 
Namun, penyelenggara aksi mengklaim jumlah peserta mencapai lebih dari satu juta orang. Demonstran yang terdiri dari berbagai generasi meneriakkan slogan seperti, "Makzulkan Yoon sekarang juga!" dan "PPP harus mendukung pemakzulan."
 
Tidak hanya di Seoul, demonstrasi serupa juga terjadi di kota-kota besar lainnya seperti Busan, Daegu, Gwangju, dan Jeju. Di Busan, ratusan warga memenuhi distrik Seomyeon untuk menyaksikan pemungutan suara pemakzulan secara langsung, sementara di Gwangju, ribuan peserta menelusuri rute bersejarah Pemberontakan Gwangju 1980 sebagai bentuk solidaritas perjuangan demokrasi.
 
Namun, aksi protes tidak hanya datang dari kubu oposisi. Di pusat kota Seoul, puluhan ribu pendukung konservatif berkumpul di Lapangan Gwanghwamun untuk menentang pemakzulan Presiden Yoon. Mereka, yang sebagian besar berasal dari kalangan usia paruh baya hingga lanjut usia, melambaikan bendera Korea Selatan dan AS sembari menegaskan bahwa pemakzulan ini merupakan "upaya kudeta politik" dari kubu oposisi.

Implikasi Besar Bagi Korea Selatan

Pemakzulan ini tidak hanya menandai krisis kepemimpinan di Korea Selatan tetapi juga mengungkapkan polarisasi politik yang semakin dalam di negara tersebut. Ketidakstabilan politik diprediksi akan berdampak pada perekonomian nasional dan hubungan diplomatik dengan negara-negara besar. 
 
Sementara itu, blok oposisi bersiap untuk mempertahankan langkah ini sebagai bentuk "perlindungan demokrasi" dari apa yang mereka sebut sebagai otoritarianisme Presiden Yoon.
 
Dalam sejarah politik Korea Selatan, pemakzulan presiden selalu menjadi momen krusial yang memengaruhi lanskap politik dan sosial negara. Dengan masyarakat yang kini semakin terpecah, proses di Mahkamah Konstitusi akan menjadi perhatian utama, baik di dalam maupun di luar negeri. 
 
Apakah Korea Selatan dapat mengatasi krisis ini dengan damai atau justru memperdalam jurang perpecahan, hanya waktu yang akan menjawab.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan