Duta Besar RI untuk Jepang Heri Akhmadi yang hadir saat pembukaan pameran mengapresiasi keikutsertaan Nunung WS. Ini menunjukkan pengakuan dunia internasional atas keunggulan karya seniman Indonesia.
"Kehadiran Nunung diantara 15 pelukis lanjut usia dunia yang masih terus berkarya, menunjukkan lingkungan seni di Indonesia yang hidup dan bergairah. Penampilan karya Nunung, satu-satu nya dari negara ASEAN, juga merupakan pengakuan atas keunggulan seni rupa modern Indonesia," ujar Heri Akmadi dalam pernyataan KBRI Tokyo, Kamis, 22 April 2021.
Heri juga menyambut baik penyelenggaraan pameran yang menghadirkan karya-karya seni berkualitas. Kepada Mami Kataoka, Direktur Museum Seni Mori, Heri Akhmadi mengatakan, pameran ini sejalan dengan semangat Hari Kartini di Indonesia yang mengusung kesetaraan.
"Kurator pameran sangat baik dan cermat. Pilihan pelukis dan karyanya mencerminkan energi dan kualitas yang sangat tinggi. Ini merepresentasikan seni rupa modern dari seluruh belahan dunia," lanjutnya.
Nunung WS yang berkarya selama lebih dari 50 tahun mengekspresikan gagasannya lewat lukisan abstrak. Nunung menampilkan lukisan berjudul 'Dimensi Aceh' berukuran 180 x 360 sentimeter akrilik di atas kanvas. Lukisan ini mencerminkan larangan Islam terhadap penyembahan berhala.
Nunung WS yang lahir di Lawang, Jawa Timur pada 9 Juni 1948, sejak awal karirnya berfokus pada lukisan bergaya abstraksionisme geometris. Keanekaragaman budaya Indonesia menginspirasi Nunung dalam melukis, khususnya berbagai corak warna tenun.
"Pertama saya sangat suka dengan tenun. Indonesia terdiri banyak pulau sehingga banyak pula ragam dan corak tenun. Terutama warna dan juga visualnya. Hal itulah yang menginspirasi karya cipta saya dalam lukisan. Mengapa Aceh? Karena bentuk visualnya berkecenderungan geometri," terang Nunung WS.
Nunung WS mengapresiasi penyelenggaraan pameran dan karya rupa dari para seniman. Sementara itu, Mami Kataoka mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir telah muncul gerakan di seluruh dunia untuk mengatasi ketidaksetaraan di sekitar aspek identitas seperti jenis kelamin, ras, etnis, dan keyakinan.
"Dengan memberikan ruang yang lebih besar pada keragaman. Termasuk dalam seni kontemporer selama dekade terakhir, perhatian semakin beralih ke seniman perempuan. Khususnya pegiat seni kontemporer antara tahun 1950-an dan 1970-an yang terus aktif sebagai seniman hingga saat ini,” katanya.
Pameran ini berfokus pada 16 seniman perempuan dunia, berusia di atas 70 dengan karier mereka selama lebih dari 50 tahun. Mereka berasal dari 14 negara, diantaranya Indonesia, Jepang, Brasil, Kolombia, India, Selandia Baru, dan Swiss.
Tak hanya lukisan, berbagai karya juga dipajang, seperti misalnya patung. Total sekitar 130 karya meramaikan pameran ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News