Suhu yang tercatat hari ini, Jumat, 14 Januari 2022 mencapai 50,7 derajat Celcius.
Ilmuwan dan aktivis iklim membunyikan alarm bahwa pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca, terutama dari bahan bakar fosil hampir tidak terkendali.
Dilansir dari Malay Mail, sebuah wilayah pertambangan bijih besi di barat laut, Pilbara Australia memiliki suhu yang mencapai rekor tertinggi pada Kamis kemarin. Memang wilayah tersebut dikenal dengan kondisi panas dan kering.
Australia adalah salah satu penghasil emisi karbon per kapita terbesar di dunia, tetapi pemerintah telah menolak untuk mundur dari ketergantungannya pada batu bara dan industri bahan bakar fosil lainnya.
Baca juga: Gelombang Panas Picu Kebakaran di Permukiman dan Hutan Yunani
Negeri Kanguru mengatakan, hal itu hanya akan merugikan pekerjaan mereka.
Australia kehilangan rata-rata AUD10,3 miliar (setara Rp106,8 triliun) dan 218 jam produktif setiap tahun dalam dua dekade terakhir karena panas.
"Kerugian ini hanya akan semakin dalam dalam beberapa dekade mendatang ketika dunia menuju pemanasan global 1,5 derajat di atas masa pra-industri," kata peneliti di Duke University.
"Hasil ini menyiratkan bahwa kita tidak perlu menunggu 1,5 derajat Celcius pemanasan global untuk mengalami dampak perubahan iklim terhadapi tenaga kerja dan ekonomi. Pemanasan di masa depan akan menambah besar dampak ini," pungkas mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News